Aquaman membuat saya kembali pada krisis yang tidak muluk-muluk tapi serius. Tidak seperti jenis krisis kehidupan yang dipelihara Marvel Cinematic Universe! Â
Arthur alias Aquaman adalah superhero dari jenis persilangan (Half-breed Superhero). Atau barangkali semacam "Mestico" dalam konteks kolonialisme Portugis di Brasil atau sebagai Indo dalam kasus Belanda di kepulauan Nusantara.
Tentu saja, persilangan pertama adalah darahnya terbentuk oleh persilangan genetik perempuan ningrat, pemilik darah biru Atlantis dengan seorang biasa penjaga mercusuar. Kedua, persilangan dari dua sejarah peradaban, darat dan lautan. Dua sejarah yang tidak eksis semata-mata karena alasan tekno-geografis, akan tetapi-yang menjadi sebab dari persilangan ketiga-berada dalam ketegangan bawah tanah hingga salah satunya menjadi superior dan "serba merusak"; hubungan dominatif yang memaksa peradaban laut harus muncul ke permukaan demi menegaskan daulatnya.Â
Persilangan selanjutnya, keempat, Aquaman adalah kehendak yang ingin menyelamatkan cinta dan harapan beserta kehendak yang penuh dendam karena ratusan diposisikan sebagai pelengkap penderitaan, sebagai sasaran yang sunyi dan tak berdaya.
 Aquaman ingin melampaui semua itu, meretas jalan baru di antara benci dan rindu. Seorang diri dengan kesadaran "Non-Systemic Movement", istilah seorang sejawat.Â
Ingatlah jika Aquaman tidak memiliki visi membangun "the New World" atau yang sejenis itu. Saat yang sama, ia juga cukup bisa berdamai dengan dunia yang dia hidupi, dengan kejahatan-kejahatannya serta kesepian-kesepian yang dia derita bersama ayahnya.Â
Dia hanya ingin menciptakan keseimbangan yang berurat-akar pada kesepahaman dan kesetaraan antara dua penghuni peradaban. Karena itu juga menata dunia yang lebih bersahabat. Dunia semua buat semua.Â
Dengan begitu, di luar visualisasi dunia bawah laut yang memang "wow"-terlebih jika Anda tak pernah sekadar snorkeling di Bunaken, misalnya-Aquaman memang hadir tanpa ilusi yang muluk-muluk tentang krisis dalam dunia manusia. Krisis yang dimaksud mungkin terlihat sepele atau klise: drama perebutan tahta antar kakak beradik atau tentang anak lelaki yang tumbuh tanpa kasih sayang ibu.Â
Sebaliknya, adik tiri Aquaman, Orm Marius alias Ocean Master memang memiliki dendam politik.Â
Baginya, orang-orang di daratan beratus tahun menjadikan lautan sebagai rumah besar bagi sampah peradaban mereka. Ratusan tahun yang sudah saatnya disudahi. Namu tidak bisa dengan tindakan nekad seorang diri.Â
Ia membutuhkan aliansi tujuh kekuataan laut di bawah komandonya agar boleh membalik posisi kuasa di hadapan daratan yang pernah menggunakan laut sebagai  jalur bagi penaklukan wilayah, perdagangan, perjumpaan budaya dan penemuan-penemuan baru ilmu pengetahuan-cerita ini tidak ada di Aquaman, ini di buku sejarah yang lebih kompleks, hehehe.
Maksud saya, Orm yang juga harus kehilangan Mera karena kesumatnya, memandang hubungan dua locus dalam pengertian yang hitam-putih, persis pendukung politik di sebuah zaman dimana "aksi putar-bale siasat" tumbuh mengaburkan yang fana adalah politisi, rakyat abadi. Pengertian yang ternyata memiliki akar psikis yang jauh lebih serius: DENDAM terhadap ibu.Â
Ibu yang hanyalah pengkhianat. Ibu yang tak semata memiliki jejak cinta di dunia permukaan sana, namun juga melahirkan pesaing. Ibu dengan cinta yang bercabang dua. Ibu yang telah menjadi mata bagi penglihatan dunia permukaan.
Maka, Orm adalah kepribadian yang "cacat". Anak nakal yang kehilangan kehangatan ibu.Â
Dalam dirinya, figur ayah tampak terlalu kuat dan sentralistik. Energi yang menghidupi dirinya adalah menang  atau musnah, menaklukan atau kehancuran, merebut kuasa atau mati tak berbekas. Sejenis energi dengan hasrat akan kematian yang sangat mendesak-desak.Â
Semacam maskulinisme yang dirawat oleh obsesi akan penguasa tunggal dua dunia.
Sebaliknya, kehilangan figur ibu memberi dampak yang berbeda pada Aquaman. Melewati masa kecil hingga dewasa yang macho bertato-tanpa pacar atau, mengapa superhero kebanyakan setia dengan satu kekasih?-sembari dilatih diam-diam oleh Nuidis Vulko, Aquaman memilih jiwa yang lebih welas asih.Â
Tubuh kekar, tatapan setajam elang dan rambut panjang yang menyempurnakan atribut laki-laki banged gitu, ternyata hanya ingin berkumpul kembali dengan ibunya atau mengakhiri penantian panjang ayahnya yang saban sore pergi ke ujung dermaga, menatap laut dengan sorot yang nanar. Dia hanya ingin mengembalikan kebahagiaan bagi orang-orang yang dicintainya.Â
Motif "anak mami" yang membuatnya memenuhi syarat sebagai pewaris Trisula Raja.Â
Dengan maksud lain, konflik keluarga karena kehilangan figur ibu ini, yang merupakan tenaga dorong terdalam di balik ketegangan dunia bawah laut dan dunia permukaan, adalah alasan mengadanya Aquaman.Â
Tidak ada ilusi muluk-muluk di kepala Aquaman. Tidak tentang negeri yang terancam punah karena itu manusia di dunia permukaan harus diselamatkan ke bawah laut, ketimbang luar angkasa sana. Tidak tentang tatanan yang terancam oleh anarki politik yang diusung dari kekuatan di bawah permukaan yang tak terduga dan mengancam keberlangsungan nilai-nilai lama.
Singkat kata, Aquaman tidak seserius Kapten Amerika dan kawan-kawannya itu. Hanya saja..
Kalau sekilas kita perhadapkan dengan kisah sejenis, maka yang diderita oleh Orm adalah kekosongan yang mirip dengan milik Thanos di dunia Marvel Cinematic Universe. Sementara itu peradaban Atlantis yang tampak high-tech dimana-mana itu malah lebih mirip keberadaan negeri Wakanda di tengah daratan Afrika yang menderita stereotype terbelakang.Â
Bahkan, pertengkaran dirinya dan Aquaman, adakah berbeda secara prinsipil dengan perselisihan Black Panther Vs. Erik "Killmonger" Steven? Selain bahwa Killmonger adalah Aquaman di dunia DC Comic?
Penasaran seperti apa konflik (politik) di antara Black Panther dan Killmonger? Anda boleh membaca di Revolusi Gagal Cara "Black Panther".Â
Maka, benarlah Deadpool (2) bersama segala macam bacotnya: film superhero yang jempolan adalah drama keluarga yang berhasil!
Itu artinya, narasi superhero ala DC Comics hari adalah strategi hiburan yang menghentak-hentak dalam tampilan (visual sinematik) dengan ide yang sederhana, klise namun mungkin penting bagi dunia yang tercerai-berai oleh ambisi, kepongahan dan ilusi akan kemurnian. Khususnya bagi jiwa-jiwa yang kehilangan cinta dan kehangatan. Sebab ibu yang tak pernah ada atau pergi sebelum waktunya.
Sementara dunia di luar sana, yang tumbuh dalam pertempuran ambisi, menang-kalah dan patah tumbuh hilang berganti karenanya, bukan kecemasan utama selama keluarga yang mengajarkan cinta kasih terus mengada.
Cinta kasih yang melihat manusia melampaui statistik, yang dewasakan aku dan kamu. Akuur??Â
Uwuwuwu.Â
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H