"Isle of Dogs"Â bukan jenis animasi yang bisa dibicarakan tanpa menyadari kebutuhan akan dunia yang lebih setara untuk semua.
Semua itu berarti semua makhluk yang hidup, entah tumbuhan, manusia, hewan maupun segala sesuatu yang ikut menjaga keberadaan dan keberlangsungan kehidupan.Â
Hanya dengan idealisme seperti ini, kita bisa melihat kritik yang sedang disampaikan Wesley Wales Anderson.
Lebih spesifiknya, "Isle of Dogs" menceritakan kota Megasaki, di Jepang pada sebuah masa, ketika hubungan manusia dan anjing berada dalam ketegangan.Â
Sekurangnya, ada dua sebab dari ketegangan itu. Pertama, anjing telah menjadi produsen dari penyakit-Flu Anjing-yang dikhawatirkan mengancam kesehatan manusia; wabah yang oleh kekuasaan segera saja dipropagandakan sebagai "teror biologis".Â
Sementara yang kedua, inti kuasa dan penyangganya tengah bergerak pada mimpi-mimpi masa depan yang lebih berciri instrumental. Maksudnya, segala macam yang mengitari hidup manusia sedang berada dalam kontrol oleh sistem robotik. Hewan piaran, yang paling setia pada manusia, pun tak luput darinya.Â
Inti kuasa yang menganut Anti-Dog Politics bernama Kenji Kobayashi menyetujui sebuah dektrit yang melegalisasi pengiriman anjing ke pulau sampah. Dimulai dari Spot Kobayashi, anjing yang menjadi penjaga anak asuh tuan Kobayashi. Sebuah teladan sekaligus peringatan: pemimpin kota saja tega terhadap anjingnya, kenapa kalian tidak bisa?
Tapi aksi seperti ini tidak berjalan tanpa resistensi.Â
Ada seorang sekelompok ilmuwan yang terus mengembangkan serum demi melawan virus yang menyerang anjing. Mereka berhasil namun gagal melobi penguasa kota. Lebih dari itu, dekrit sudah dieksekusi dan massa Anti-Dog adalah mayoritas yang fasis!
Juga ada sekelompok anak muda idealis yang dipimpin seorang siswi perempuan asal Amerika yang menyadari motif politik di balik pembersihan seluruh anjing ke Pulau Sampah. Mereka membangun perlawanan lewat kampanye tandingan.Â
Selanjutnya, animasi yang pengisi suaranya dilakoni Bill Murray (Lost in Translation), Edward Norton (The Bourne Legacy) dan Scarlett Johansson- kamu yakin gak kenal siapa doi?-mulai memasuki konflik dengan menghadirkan cara pandang korban. Cara pandang para anjing yang diasingkan demi menjaga keberlangsungan hidup manusia.Â
Para anjing yang bertahan di pulau Sampah telah hidup melampaui ekstrim yang tak pernah mereka bayangkan kecuali bagi jenis anjing liar yang hidup dari selokan, jalanan, tempat sampah dan lolos berkali-kali dari perburuan tramtib. Ya, jenis anjing piaran yang hidup penuh kasih sayang, makanan pabrikan dan penumpulan insting di alam liar.Â
Para anjing mengorganisir perlawanan mereka sendiri. Yang berkolaborasi dengan anak asuh Kenji Kobayashi, Atari.
Atari adalah tuan yang sangat dicintai Spot pun sebaliknya. Atari memulai pencahariannya dengan membawa lari sebuah pesawat ke pulau Sampah.Â
Atari lalu bertemu sekelompok anjing, yang selalu membahas rumors dan mengambil keputusan dengan suara terbanyak. Salah satu anjing dari kumpulan ini adalah adik Spot yang terpisah, sekitar 6 tahun.Â
Bersama-sama, mereka mencari Spot, melewati pulau yang penuh dengan bangkai besi dan sampah. Kemudian menjumpai dua ekor anjing yang disebut-sebut memiliki penglihatan akan masa depan karena salah satunya memahami tayangan televisi dalam bahasa manusia (bahasa Jepang).
Dan puncaknya adalah melewati wilayah kekuasaan kawanan anjing yang disebut sebagai kumpulan kanibal. Mereka adalah kawanan anjing yang disebut sebagai penduduk asli pulau Sampah. Celaka!
Apa pesan yang ingin diperlihatkan dari pencaharian Atari dan rekan-rekan anjingnya?Â
Mereka tidak tiba-tiba menjadi sekumpulan yang sakti. Mereka tidak bergerak oleh daya dorong yang berakar pada tenaga ghaib. Mereka bergerak seperti halnya hidup manusia yang berada dalam pasang dan surut, cemas dan khawatir. Tapi yang kelak menentukan nilai seseorang adalah tekad untuk melewati itu semua demi mewujudkan cita-citanya.Â
Melampaui itu semua, ada kehidupan yang lebih terancam di luar sana. Keterancaman yang berhulu dari ketidakadilan politik. Maka ingatlah selalu: Injustice anywhere is a threat to justice everywhere!
Karena saat bersamaan, penguasa kota dan aliansi pendukungnya sedang menyiapkan tindakn pamungkas untuk penduduk pulau Sampah. Tindakan pemusnahan yang damai. Dengan menyebar racun ke segala penjuru. Sembari mengkampanyekan piaran baru yang lebih bisa menjalankan semua perintah manusia. Robot anjing.Â
Akhir cerita ini tentu saja perlawanan yang berhasil. Dekrit dibatalkan walikota Kenji, serum penyembuh dari flu anjing dipercaya, Atari menjadi walikota yang baru, Spot memiliki istri dan anak dengan masa pensiun yang bahagia. Adiknya dilantik sebagai pengawal Atari yang baru.Â
Semua berbahagia. Megasaki kembali tumbuh dengan hangat persahabatan anjing dan manusia.Â
***
"Isle of Dogs" yang berdurasi 97 menit ini mungkin boleh menjadi pengingat dari ironi hidup manusia modern.Â
Yang menjadikan kebebasan dan pemaksimalan rasio-tenaga yang melahirkan sains dan teknologi-sebagai nilai kunci dalam hidupnya namun kemudian mengalami sejenis penaklukan dan keterasingan di dalamnya.Â
Penaklukan dan keterasingan yang diciptakan sendiri, semacam kutukan lanjutan dari sangkar besi birokrasi yang dikisahkan Max Weber di awal-awal "penemuan rasio" dalam teorisasi sosiologi. Atau yang sekarang muncul dari kritik-kritik terhadap gelombang McDonaldisasi masyarakat yang melengkapi kritik dari "One Dimensional Man"-nya Herbert Marcuse.
Dalam dunia yang seperti itu, segala hal menjadi instrumental, digerakan oleh kontrol oleh efektivitas dan efisiensi selain kecepatan dan maksimalisasi manfaat (keuntungan). Ihwal yang menyebabkan kehangatan emosional atau yang mewek-mewek akan tampak sebagai dekadensi; seolah subyek dalam gangguan irasionalitas. Â
"Isle of Dogs" jelas bukan yang pertama dalam menyuarakan sisi hitam dari modernisme.
Film hitam-putih Modern Times karya Chaplin (1936) telah jauh hari mengisahkan komedi getir manusia untuk survive dalam dunia yang terindustrialisasi. Sedangkan dalam lingkup hidup yang kesepian dan ganjil dari manusia digital, film Her yang disutradarai Spike Jonze (2013) adalah salah satu yang representatif untuk dirujuk.Â
Terakhir, ada film berjudul Zoe yang berkisah hidup seorang ilmuwan, yang selalu rasional dan kaku, kemudian harus jatuh cinta pada robot ciptaannya sendiri-duh!
Narasi Zoe yang membuat saya merasa harus menuliskan semacam puisi berjudul  Kepada Z' atau Semacam Asal-usul.
Walau begitu, "Isle of Dogs" tetap saja memberi sudut pandang yang asik.Â
Yakni perihal krisis dalam hidup manusia karena pengagungan rasio, lantas berimbas pada hubungannya dengan makhluk hidup lain yang dipotret dari sudut pandang dunia hewan. Standing Position yang membuatnya masuk dalam nominasi Best Motion Picture Animated Golden Globe Awards ke-76, 6 Januari 2019 nanti.Â
Jadi ini barang memang film politik, yang berusaha mendudukan isu Animal Rights dalam perkembangan peradaban manusia yang suram.
Selamat Hari Hak Asasi Manusia, Meen!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H