Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Minggu Mengenaskan "Duo Milano"

12 November 2018   12:04 Diperbarui: 13 November 2018   01:46 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Atalanta vs Inter | AFP

Tadi malam, dari langit kota Sampit, hujan turun konstan dan lama. Seperti ada kesedihan yang ingin dibersihkannya pelan-pelan dan pasti. Sedangkan di televisi, sepakbola menampilkan kisah mengenaskan dari Milan, Italia.

Kisah pertama,  dari stadion Atleti Azzurri d'Italia. Gian Piero Gasperini membawa Atalanta di giornata 12 melumat kesebelasan yang pernah memecatnya. 

Tak tanggung-tanggung, 4:1. Klub itu pernah begitu mengerikan di tahun 90-an, ketika Ronaldo Luis Nazario de Lima masih bermain. Internazionale, klub yang pernah menggunakan jasanya di tahun 2011.

Kesebelasan yang sudah memenangkan 30 tropi domestik ini dibikin lesu darah. Payah. Semenjana. Padahal mereka baru saja sedang mencatatkan tujuh kemenangan berturut-turut di Serie A dan baru sekali kalah di Liga Champions. 

Marcelo Lippi, pernah mengatakan jika tim ini memiliki masalah dengan konsentrasi. Senada dengan pelatihnya yang sekarang.

Tapi saya lebih suka menyebut La Beneamata sebagai jenis yang masih saja sibuk melawan inkonsistensinya sendiri. Perjuangan yang sama sulitnya dimenangkan jika melihat riwayat Luciano Spaletti saat membesut AS Roma di musim 2016-2017. 

Peraih Serie A Coach of The Year tahun 2006 ini membuat Dzeko, dkk kencang di awal, sisanya melorot. Nafsu besar, daya tahan minim. 

Setali tiga uang dengan ambisi gagal Radja Nainggolan yang mungkin berpikir dengan mengikuti Spalleti, dirinya bakal mencium tropi Serie A. Apakah keduanya dinasibkan sebagai pelengkap persaingan saja? 

Entah, yang tampak di muka mata, La Vecchia Signora sudah di depan saja! Untungnya Napoli di tangan Don Carlo Ancelotti menjaga kemenangan sehingga selisih 6 poin masih terjaga. 

Mengapa klub yang 68% kepemilikannya dikuasai Suning Holdings Group ini sulit sekali menjaga level terbaiknya? Situasi seperti ini bukan saja membuat Dybala, dkk kekurangan kompetitor yang sungguh-sungguh tetapi juga membuat Serie A sendiri menjadi panggung bagi medioker yang berebut jatah bermain di Champions. 

"This was an important weekend for the league, as Inter lost in Bergamo and we remain at the same distance from Napoli, who are having an extraordinary season."

Massimiliano Allegri

Kisah kedua, tentu saja tentang saudara sekotanya: AC. Milan. 

Anak asuh Ivan Gattuso ini ikut keok tadi subuh. Hanya dua gol tanpa balas tapi di kandang sendiri dan di depan harapan-harapan yang tinggal angan-angan. Mereka bukan tak tahu Juventus akan lapar kemenangan sesudah kekalahan dari MU di liga Champions. 

Seperti dikatakan Fabio Borini di Football Italia, "They [Juventus] aim to win every game, and they lost on Wednesday so they will be even more hungry, but we're at home." 

Akan tetapi, Ivan Gattuso sendiri, mungkin terlalu merendah. Pelatih yang juga dikenang sebagai "Anjing Gila" semasa masih bermain ini mengatakan, Juventus kini bukan saja yang terkuat di Italia. Mereka juga selevel Barcelona dan Man City.

Saya kurang setuju dalam batas sebagai awam dan Juventini. Bukan soal bahwa Juventus baru dua kali meraih tropi Liga Champions Eropa-huhuhu-tetapi tadi malam Barcelona bukanlah sang superior di depan anak-anak Betis. Padahal Messi sudah kembali bermain. Hebatnya lagi Real Betis menolak menggunakan opsi "Negative Football". 

Mereka bermain disiplin, taktis, cepat dan sempurna dalam menciptakan ancaman. Beberapa kali Sergi Roberto dan Pique dibikin keteteran dalam adu laju. 

Pun di lapangan tengah, poros Rakitic-Busquets pun terlibat buntu kreativitas. Disempurnakan oleh Ter Stegen, kiper Blaugrana yang baru mencatat rekor sebagai kiper berkebangsaan Jerman dengan penampilan terbanyak di La Liga, juga tidak di level terbaik. 

Statistik pertandingan dari Google menunjukan jika Betis mampu menciptakan sepakan ke gawang sebanyak 15 kali, selisih 5 dari Barcelona. Dalam pada itu, yang tepat sasaran 8 kali, tiga kali lebih banyak dari Messi, dkk. 

Selain itu, penguasaan bola Los Verdiblancos pun mencapai 46% dengan total operan 435 kali sedangkan Messi, dkk hanya 499 kali. Tipis saja bedanya atau boleh dimaknai jika mereka meladeni Barcelona. Jauh lebih bermutu dari cara bermain Real Madrid. Barca keok tipis 3:4.

Gara-gara menyaksikan drama "Semut vs Gajah La Liga" ini, MU yang disikat tetangganya yang makin sulit dikejar levelnya itu seperti melihat Man City yang sedang latih tanding saja. 


Sebab itu juga, Juventus yang membalik trend sesudah kalah karena lalai di menit akhir saat menjamu Pogba, dkk, masih dalam hari-hari pembuktian diri. Rasa lapar akan kemenangan yang bertahun-tahun bertahan dalam pergantian skuad adalah elemen kunci yang akan terus diuji di setiap level yang meminta penampilan terbaik.  

Kekalahan yang diderita Milan subuh barusan kembali menegaskan status medioker seperti musim sebelumnya; status yang diperparah oleh aksi protes Higuain yang kehilangan kontrol diri. Status serupa yang juga mengidap rival sekotanya, Internazionale. 

Uang segar dari Tiongkok ternyata baru bisa merawat keduanya dari ancaman degradasi. 

Sebagai penikmat Serie A yang membosankan dan sarat drama, saya merasa sudah kehilangan kompetisi yang pantas dalam 8 musim terakhir. Maurizio Sarri, sebelum ke dataran Britania, bahkan sampai mengatakan, Serie A akan kehilangan penggemarnya karena juaranya yang itu lagi, kamu lagi. 

Ketakutan berlebih yang sudah diatasi dengan datangnya CR7 ke Juventus, yang bukan saja memindahkan fansnya namun juga membuat liga yang sudah bergulir sejak tahun 1929 tayang lagi di Bein TV. 

Tidak ada lagi rasa berdebar-debar. Tidak lagi mengalami kecemasan, seperti saat melihat Kaka menggiring bola atau Ronaldo. Sama halnya, situasi jengkel saat melihat Costacurta atau Bergomi sukses menghalau gelombang serangan Delpiero dulu. 

Yang muncul kini justru suara-suara yang memohon Juventus kebobolan duluan lantas bagaimana menjadi saksi Lo Spirito bekerja membalik keadaan. Melihat Juventus yang hidup dengan lapar kemenangan di lapangan. 

Melihat Nyonya Tua terseok-seok adalah pemandangan yang mendekati langka di Serie A!   

***

Sumber yang diacu Football Italia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun