Ini cerita soal jalan-jalan saja. Jalan-jalan di 5 tahun yang lalu.
Pada satu hari, saya diminta mengisi sebuah acara. Yah, semacam nimbrung gagasan antar mahasiswa di pulau Madura. Persisnya di kabupaten Sumenep. Membayar jasa kereta, saya berangkat dari stasiun Gambir, Jakarta.Â
Pukul 21.20 WIB, kereta berangkat.
Duduk di gerbong pertama. Masuk dan berjumpa dingin. Kemudian menyusul seorang perempuan muda berkaca mata, berambut panjang dibiar tergerai. Memakai jeans, jaket, sandal merek Crocs dan hape BlackBerry. Saat itu, Blackberry masihah koentji!
"Mas, saya di dekat jendela, kursi saya 5C!" sambil menunjukkan tiketnya.Â
"Oh, iya," maklum saya pelan sembari menggeser pantat.Â
Belum lama lagi duduk, datanglah pemeriksa tiket.Â
"Pak, kok bau?" tanya si cewek lagi. Saya diam saja.Â
Singkat cerita kereta makin jauh tinggalkan Gambir. Saya memainkan hape yang semerek tapi beda spek. Lalu aksi memeriksa dua arah pun dilakukan. Entah apa yang dia lihat dari saya: serba hitam, atas hingga bawah. Membawa tas panggul, beralas kaki sandal gunung. Persis dukun.Â
Apa yang saya screening darinya?
Wajah? Tak unik, seperti orang Indonesia pada jamaknya. Merek komoditi di tubuhnya? Biasa saja, duga-duga saya. Terus, apa penanda yang membuatnya berbeda?Â