Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"Si Doel The Movie", Sandera Masa Lalu dan Atun sebagai Koentji!

7 Agustus 2018   08:12 Diperbarui: 8 Agustus 2018   10:03 2434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Si Doel The Movie | Medcom.id

Apapun itu, nostalgia wajib dirayakan!

"Nonton Si Doel, yuk?"

Tumben. Biasanya hanya menjadi obyek dari keputusan, kali ini teman saya malah yang mengajukan opsi. Kenapa si Doel the Movie? Bukannya Kafir juga masih tayang?

"Saya dulu sering nunggu dia tayang di RCTI." 

Oke, baiklah brader. Sebab kesadaran selalu berwatak intensional, maka manusia tidak boleh dilarang bernostalgia. Terlebih lagi jika ia pernah jatuh hati pada sosok Zaenab atau mungkin Sarah. Saya akan berlaku dzalim jika menolaknya. Lagi pula, hanya saya semata yang bisa diajaknya. 

"Mending nunggu Wiro Sableng." Kata kawan yang satunya. 

Sebenarnya dalam hubungannya dengan masa lalu yang terus hidup di ingatan, yang satu ini hampir tak ada beda. Wong dia cuma mau mengenang saat-saat berebut membaca novel silat Om Bastian Tito itu. Sisanya, dia lebih suka film kelahi dari pada drama.

Maka berbonceng motor Honda Supra yang mulai klasik, kami meluncur pelan ke gedung Cinema XX yang memiliki fasilitas layar 2D. Saat memesan tiket, di monitor, banyak kursi yang masih kosong. Sepi. 

Jumlah 713.000 penonton di hari keempat itu mungkin penonton di kota yang lain. Sama halnya ketika Infinity War heboh sak dunia, di sini juga sepi. 

Lampu mulai padam. Iklan mulai berakhir. Si Doel The Movie dimulai.

Yang pertama terlihat adalah hidup yang telah tua. Emak yang terbaring sakit, Mandra yang lebih kurus dengan gokil yang terawat, serta Atun yang juga menuju tua tanpa salonnya. Sedang Doel kini membawa perut yang makin bengkak dengan alis yang selalu menyatu. Pemilik wajah yang miskin senyuman. Doel masih hidup dengan kerumitan pikiran-perasaan yang terlatih dipendam. 

Zaenab, apa kabar?

Zaenab masih seperti yang dulu. Rambutnya yang sedikit memerah pun masih dibiar tergerai. Dia tetaplah perempuan ayu dengan tutur bicara lembut bersama sikap hidup yang nrimo. 

Hidupnya kini diabdikan sebagai penjaga keserasian domestik dari hidup Doel yang masih saja tak makmur walau sudah bergelar Tukang Insinyur. Sesudah Sarah pergi dari rumah dengan membawa perut yang hamil. 14 tahun lamanya tanpa kabar. 

Hingga datang ajak Hans untuk berkunjung ke Belanda. Doel dari awal sudah curiga Hans memiliki maksud tersembunyi. Ada yang menjadi "master mind" dari undangan ini. 

Emak pun telah mengingatkan tak usah lagi mencari Sarah. Cara Sarah pergi dari rumah sulit dimaafkannya. Dan kita juga tidak perlu terlalu sibuk berspekulasi atau berharap ada kerumitan dramatik sebelum keduanya bertemu.  

Bagaimana dengan Sarah sesudah 14 tahun?

Selain lebih bohay-kata Mandra-Sarah tetaplah perempuan yang berakar dalam hiruk-pikuk tradisi urban. Hidupnya bukan saja di kota utama Eropa, namun juga masihlah jiwa yang berani menempuh resiko, guncangan dan berorientasi ke masa depan. Hidup baginya adalah progres yang dirancang, bukan penerimaan akan peran yang sudah digariskan. Stagnasi adalah kutukan! 

Maksud saya, kita hanya bisa memahami Sarah dengan meletakkan karakter Zaenab di depannya. Demikian sebaliknya. Dari keduanya, kita dipertentangkan antara perempuan modern dan tradisional. Sedang Doel tersandera di dalamnya. Lelaki yang tidak memiliki alternatif, ahaai. 

Di Belanda, Sarah membesarkan Abdullah alias Doel kecil seorang diri. Bayangkan saja jika itu dilakukan di sekitar perkampungan dengan adat yang masih sulit memahami mengapa Single Parent bisa ada. 

Doel kecil kangen pada ayahnya. Maka ibunya merancang pertemuan singkat lewat operator bernama Hans. Sampai di sini, saya kira inti filmnya sudah terbayang. 

Si Doel The Movie adalah kisah konflik asmara yang menyandera tiga subyek: Doel-Sarah-Zaenab. Hal mana disebabkan kerumitan masa lalu yang masih aktual.

Ketidakselesaian itu bukan saja karena rasa yang masih tumbuh bercabang dalam diri Doel namun juga karena ia telah menjadi ayah. Sementara Zaenab hadir dengan kepasrahan yang berusaha memaklumi situasi Doel bersama rasa takut akan kehilangan atau sekurangnya, diterima karena kasihan. 

Sarah pun mengalami situasi yang tidak sederhana. Hidup jauh di Belanda, di lingkungan yang asing pun tanpa kenangan dengan Doel, ternyata seperti menjalani kutukan. 

"Aku sudah berkali-kali berusaha membencimu namun yang terjadi aku makin cinta, Doel!" (ampuun dijee). Anda yang menjadi pendukung Zaenab sebaiknya mengabaikan video klip di bawah ini.


Atun sebagai Koentji!

Saya justru tertarik melihat keberadaan Atun yang juga menjalani nasib seperti Sarah, sebagai Single Parent. Janda ditinggal mati. Di saat yang sama, ia memiliki kesetiaan level dewa atas cintanya pada mas Karyo seperti milik Zaenab kepada Doel. 

Ada dua hal yang mencolok dari perempuan dengan tubuh tambun dengan kecantikan yang tidak bisa diletakkan bersisian dengan Sarah atau Zaenab, kecuali bagi almarhum Mas Karyo. 

Pertama, keberterimaan dia akan kesalahan Sarah. Berbeda dengan Emak yang keras mengingatkan Doel, Atun jauh lebih luwes menerima Sarah yang menghilang sekitar 14 tahun. 

Dia seperti lebih bisa bersolidaritas kepada keputusan dan kondisi Sarah. Ada masa lalu mereka yang akrab sebelum menjadi kakak iparnya yang tidak boleh rusak.

Kedua, sikap kerasnya kepada Zaenab.  Terutama ketika Zaenab yang cemburu dan cemas di depan kemungkinan Doel bertemu Sarah di Belanda namun hanya bisa pasrah. 

"Aku tahu bang Doel masih mencintai Sarah. Kalau pun mereka rujuk, aku rela kok." Kurang lebih begitu yang dikatakannya bersama air mata yang makin deras. Duh, Naaaab..rasanya ingin melompat ke dalam layar. 

Apa yang disampaikan Atun sebagai sesama perempuan? "Elu tu aneh, Nab. Rela tapi mewek!" Jegeeeerr!

Atun seperti bilang, "Kamu gak bisa diam aja, Nab. Bertindaklah! Kalau pun memilih diam, maka senyaplah dengan segala penderitaannya. Jangan pakai mengeluh."

Atun adalah pembebas! Oke siip.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun