Kita bisa lihat dari beberapa kali manuver Neymar bisa dibatalkan serta mampu menutup ruang serta memblokade usaha Coutinho yang terkenal lihai bikin gol dari luar kotak 16. Daya redam ini makin disempurnakan oleh begitu rapi dan tenangnya barisan belakang oleh yang dihuni Kompany, Vertonghen, Alderweireld, serta Meunier. Hampir tak ada kesalahan yang bisa dimanfaatkan Neymar dengan drama diving-nya.
Kedua, siapa lagi kalau bukan trio Hazard-De Bruyne-Lukaku. Ketiganya adalah inti dari kreasi serangan balik yang membuat lini belakang Brasil kocar-kacir. Salah satu counter-attack itu adalah aksi individu Lukaku dari lapangan tengah yang diselesaikan dengan shooting sempurna De Bruyne dari luar kotak 16. Shooting berkelas khas De Bruyne. Hazard juga mngkreasi beberapa kali dribbling yang membuat Fernandinho harus memaksanya berhenti dengan segala macam cara. Â
Pada dasarnya, ketiganya berhasil membuat Brasil tidak benar-benar nyaman dalam menyerang.Â
Dari statistik hasil pertandingan yang dilansir ESPN, Brasil tidak dominan dalam penguasaan bola, hanya 57% berbanding 37%. Sementara ujicoba sepakan ke gawang, pasukan Tite memang unggul jauh--yaiyalah, orang ketinggalan--sebanyak 26 kali. Namun dengan tepat sasaran (shot on goal) hanya 9.  Belgia cuma 8 kali dengan 3 tepat sasaran.Â
Ketiga, Courtois, benteng terakhir yang begitu tenang menghadapi segala rupa serbuan. Paling heroik adalah saat dia menghalau sepakan Neymar ke arah pojok kiri sesudah menerika assist dari Douglas Costa. 9 sepakan ke gawang berhasil diamankannya. Wajarlah jika man of the match menjadi miliknya.Â
Keseimbangan Dinamik
Belgia vs Brasil adalah pertandingan yang membuat kita kembali melihat kemenangan dari kemampuan bertahan dan serangan balik nan efektif. Bersamaan dengan itu mentalitas yang disiplin dan ketenangan yang stabil di tengah serbuan dari segala rupa penjuru. (Seperti milik Italia aja..)
Saya sendiri menolak menyebut ini sebagai pragmatisme karena tidak terlalu banyak gunanya memainkan penguasaan bola dominan dengan hasil yang menyesakkan dada. Saya lebih suka melihat Belgia atau yang dilakukan Perancis terhadap Argentina sebagai cermin dari prinsip keseimbangan dinamik; istilah yang mula-mula saya dengar dari Martin Natalegawa, mantan Menlu era presiden SBY.Â
Keseimbangan dinamik berarti memilih bermain dengan kemampuan bertahan yang rapi, saat bersamaan, memiliki satu atau dua gelandang kreatif dengan kemampuan membaca celah dan melepas umpan mematikan. Perancis memiliki Pogba, Belgia memiliki De Bruyne. Gelandang kreatif ini juga memiliki tandem defensive midfielder dengan mobilitas tinggi dan kejelian memutus penyerangan lawan. Ada Witsel dan Kante di dua negara ini.Â
Satu modalitas utama lagi adalah penyerang atau duet penyerang yang bisa mengacak-acak pertahanan lawan dan memiliki daya killing punch di atas rata-rata. Belgia memiliki Hazard dan Lukaku. Di Perancis, Mbappe, Griezmann serta Giroud berada dalam pakem sejenis.Â
Rasanya, Kroasia juga adalah prototype dengan ciri bermain seperti ini. Mereka punya duet Modric-Rakitic yang membuat lini tengah berada dalam kestabilan. Keseimbangan dinamik seperti ini tidak sama dengan negative football yang dipakai Rusia kala menyingkirkan Spanyol lewat adu penalti. Rusia jelas tidak punya gelandang kreatif dan striker yang haus jala.Â