Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Infinity War" dan Hal-hal yang Berulang

30 April 2018   10:08 Diperbarui: 30 April 2018   18:02 3078
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto:Forbes.com

Saya keluar dari gedung bioskop milik jaringan Lippo Grup dengan senyum yang gelisah. Di samping kedua kawan yang juga membawa rasa penasaran ke dalam bioskop, saya mengatakan, "Saya tahu inti cerita ini soal apa."

"Satu kata saja, Bro." Sahut kawan yang berjalan di sebelah kanan.  

"Sawah," jawab saya.

"Sawah...?"

"Endingnya ternyata Thanos nongkrong di Bali, hahaha," jawab kawan yang di sebelah kiri. 

***

Infinity War memang sedang heboh sak dunya. Dikabarkan di hari pertama tayang, ia sudah meraup pendapatan 39 juta dolar AS di box office Amerika Serikat dan Kanada.

Secara global, seperti termuat  di Tirto.id, film ini juga meraih torehan besar dengan pendapatan 95 juta dolar AS sejak penayangan pertama pada Rabu (25/4/2018). Ditambahkan jika, Avengers: InfinityWar juga merupakan film dengan pendapatan terbesar pada hari pertama di Korea Selatan, Brasil, Hong Kong, dan Filipina.

Dilansir Kompas.com, jika dalam rentang seminggu pemutarannya, film besutan Anthony Russo dan Joe Russo ini memecahkan rekor boxoffice dan menjadikannya film Marvel tersukses untuk penjualan tiket minggu pertama untuk penjualan domestik, yakni 106 juta dolar AS.

Sementara itu, di laman Box Office Mojo, pada klasemen 2018 Worldwide Grosses, film berdurasi 2 jam 36 menit ini sudah berada di peringkat kedua. Raupannya tak main-main, total mencapai (domestik dan asing) sebesar 630 juta dolar AS. Di bawah Black Panther yang mencapai 1,3 miliar dolar AS.

Selain itu, dari tulisan Aulia Adam, saya lantas tahu film ini merupakan proyek paling ambisius Marvel Cinematic Universe (MCU). Film ini diniatkan demi merayakan satu dekade MCU.

"Paling ambisius, karena ia satu-satunya film yang berani merekrut lebih dari 20 superhero Marvel dengan 30 aktor utama dari 18 film sebelumnya yang diputar selama 10 tahun terakhir." Wuih, ngeri.

Maka saya pergi ke bioskop dengan kepala yang dihidupi oleh satu pertanyaan, yang bikin heboh itu apa sih?

Sebelumnya, sebagai latar saja, saya tiada pernah mengikuti komik yang berkisah superhero ala Marvel ini. Kebanyakan tumbuh dengan komik seperti Asterix yang pendek dan berkumis serupa Tuan Takur di film Bollywood atau pemilik hacienda di telenovela.

Ditambah lagi, zaman itu, komik silat seperti Tiger Wong dan Tapak Sakti lebih mudah diperoleh. Pernah sih tertarik pada Superman, bahkan sampai melukisnya di buku tulis zaman sekolah dasar, tapi terus hilang dimakan pergaulan pikiran. 

Tegasnya, tidak familiar dengan superhero jenis Iron Man, Spider Man, Ant-Man, atau Black Panther. Imajinasi yang datar begini baru bergeser sesudah bertemu filmnya Nolan dan Ritchie.

Duh, apa sesungguhnya yang hendak saya bagikan sebagai buah dari melihat langsung Infinity War di layar bioskop?

Ada tiga inti yang mengikat cerita, bagi saya. Tiga yang membuat film berbiaya sekitar 300-400 juta dola AS ini harus diperiksa lagi alasan-alasan yang membuatnya bisa heboh sak dunya itu. 

Pertama, perburuan batu atau soal apa di baliknya?

Keberadaan enam bidji batu yang dikejar Thanos, si penguasa Titan, hanya akan bermakna dengan dihadapkan pada kemajuan teknologi tempur yang diwakili dalam, sebut saja, tubuh Iron Man.

Dalam tubuhnya, kita disuruh melihat bagaimana Artificial Intelligent berkolaborasi dengan teknologi perang-perangan yang membuatnya dahsyat tak tertandingkan. Keduanya melahirkan jenis manusia cum robot paling canggih dengan mandat sebagai penjaga dan penyelamat kehidupan di bumi dimana yang fana adalah waktu, Avangers abadi.

Eeh, ternyata, dalam kombinasi enam batu serupa pelangi itu, berdiam kekuatan yang mengatasi kendala ruang, waktu, realitas, kehadiran, dan sebagainya-sebagainya--saya gak ingat persis jenis-jenisnya--sehingga boleh mentransformasi Thanos sebagai tuhan yang sedang marah dan merusak hanya dengan sekali menggerakkan telunjuk.

Pertanyaannya, mengapa imajinasi superhero supra-modern dikembalikan pada sejenisnya kekuatan mistisme tua yang berakar dalam kebudayaan yang diolok-olok Barat sebagai "yang irasional, tahayul, dan uncivilized ini"? Apakah ini semacam pemujaan diam-diam terhadap mistisisme Timur yang muncul karena kuasa positivisme yang makin total dalam mengendalikan serta melahirkan anomie massal? Maka, untuk itu, kenang-kenanglah Emile Durkheim, kawanku.. 

Maksud saya, ketika manusia Barat mengalami perluasan rasionalisasi yang mendekati total, memimpin dunia dalam ukuran-ukuran terdepan teknologisasi kehidupan, memondialisasi nilai-nilai yang disebut sebagai jalan kemajuan universal, Infinity War hanyalah potret dari "pertempuran tiada ujung" antara Barat dengan sisi sunyi dirinya yang tumbuh berkecamuk dalam kehampaan yang haqiqi(?)      

Kedua, kepada Thanos, elu tu ngamuk karena apa?

Thanos alias Thanatos yang berakar dalam mitologi Yunani yang adalah kehendak pada kematian alias lawan dari Eros itu membawa misi pemusnahan ras (genosida) karena manusia hanya hadir untuk merusak kehidupan yang lestari dan berbahagia. Kehadirannya mengingatkan pada representasi iblis dalam dialog awal penciptaan Adam. Rasanya, seri-seri superhero dalam grup Avengers telah sejak lama "membunuh tuhan" maka relasinya dengan narasi teologis tidak terlalu penting sekaligus penting.

Kok bisa hubunganya menjadi ambivalen begitu?

Yaiya. Karena "kekuatan tertinggi yang menjadi pusat kendali semesta" telah lama dibunuh, maka yang tersisa adalah semacam tanda kosong yang diperebutkan antara yang jahat versus yang bathil--lho??--. Thanos memang tidak datang dari jejak-jejak kebudayaan purba. Dia berakar dalam masa lalu yang kolaps, dari kehidupan di luar bumi yang musnah karena kehilangan keseimbangan akibat over-populasi di depan daya tampung tempat hidup. Baginya, keseimbangan hanya dipulihkan oleh pemusnahan spesies, bukan pemurnian rasial ala-ala Hitler.

Titan yang menjadi kampung halamannya adalah lokasi yang hilang dari sejarah tidak dilukiskan sebagai kawasan dengan dukun atau tukang santet di pusat stratifikasi sosialnya. Titan adalah planet dengan perkembangan teknologi di fase super-modern juga--tapi kok gak ada teknologi pengontrol kelahiran serupa KB yak?--yang membuat Thanos memiliki alasan moral untuk sikap agresif dan merasa memiliki mandat menyelamatkan kehidupan...sadis euy, ada sosok dari wilayah yang rusak datang dengan klaim menyelamatkan kehidupan dengan pengrusakan yang lebih massif..

Thanos baru sadar sesudah ditegur oleh anak perempuan angkatnya. Gamora yang telah mangkat. 

"Kamu sudah lakukan semuanya?"

"Sudah.."

"Terus dapat apa?"

"Kehilangan segalanya," jawab Thanos sendu. 

Thanos yang undefeated ini akhirnya menjumpai ketenangan diri di sebuah pondok dengan pemandangan sawah hijau di depannya. Ingatlah kawan, persawahan tidak berasal dari jejak peradaban Barat. Jadi elu ngamuk-ngamuk demi suasana semacam di persawahan, Nos? 

Saya tu melihat Wanda Maximoff aja sudah tenang, elu ribet banget jadi iblis modern...

Wanda Maximoff dan Vision | Digital Spy
Wanda Maximoff dan Vision | Digital Spy
Ketiga, Mengapa di Sawah?

Sesudah menghabisi para pejuang terbaik di bumi, termasuk pasukan Wakanda yang saya sangka akan jadi penyelamat itu, Thanos tersenyum di depan sawah hijau. Saya lalu teringat salah satu film Jet Lee, lupa judulnya, yang melukiskan tradisi menanam padi di pedesaan Tiongkok. Ritus yang menggambarkan penghormatan terhadap tanah, tumbuhan dan matahari. Gambaran hidup serasi dan selaras dengan alam raya.

Selama ngamuk-ngamuk memenuhi kehendak genosida itu, Thanos tiada pernah tahu ada lokasi kebudayaan yang belum total diteknologisasi; sebuah masyarakat dalam persilangan fase teologis dan metafisik dalam istilah Auguste Comte.  Kearifan hidup yang dicari-carinya, bahkan seperti menghidupkan kembali peringatan Mahatma Gandhi dengan kemarahan menyala-nyala itu--anda bisa baca narasi sejenis ini di tulisan saya menyoal film Great Wall--ternyata eksis di luar radar kemampuannya melintasi ruang dan waktu bahkan mengembalikan peristiwa masa lalu. Bisa ya?!

Penutupan "Infinity War" yang sedemikian malah bikin "saya mendadak turis dari masa lalu" atau terkenang-kenang lagi dengan perjalanan kolonial ke kawasan di Bawah Angin yang melahirkan catatan, jurnal, monograf, publikasi-publikasi dalam judul besar penemuan kolonial. Pada dunia Thanos, yang muncul adalah semacam pembalikan terhadap narasi kolonialisme yang baru sadar belakangan bahwa yang dijudulinya uncivilized society itu adalah surga yang akan menyelamatkan manusia dari ilusi superhero.

Sadarmu kok terlambat sekali?

Jadi, maap-maap kata bagi pengikut aliran Marvel Superheroes garis fanatik, Infinity War yang heboh sak dunya tidak bilang apa-apa padaku. Selain pengulangan-pengulangan akan ide mesianisme yang dicari-cari adanya lewat kemasan kelahi-kelahi jenis adimanusia nan canggih. Berbiaya mahal tapi malah menggamblangkan ide yang rasanya makin dekat di titik buntu.

Uhuk. 

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun