Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Polemik Becak dan "Peringatan" Sebuah Humor

17 Januari 2018   15:35 Diperbarui: 19 Januari 2018   09:22 1698
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Becak di Jakarta tempo dulu | Republika

Anggapan mendasar bahwa kampung sebagai suatu unit analisis dan selanjutnya menjadi bagian dari teknik-teknik pengawasan sosial bermula dari konseptualisasi modernitas pada awal abad ke dua puluh, dan asumsi pokok bahwa penghuni kampung kekurangan atribut modernitas.
Intervensi negara dengan demikian ditujukan untuk sebisa mungkin meningkatkan taraf kehidupan sehingga membuat keberadaan
kampung dapat disebut ‘tertata’.

...(sehingga dapat disimpulkan--pen)..Pandangan negara terhadap kampung tidak hanya teknokratis-rasional. Penciptaan stereotip negatif terhadap kampung berurat akar pada ketakutan kelas menengah ("birokrat") terhadap massa (Siegel 1999), dan impian Orde Baru untuk menciptakan keteraturan di ruang publik (Pemberton 1994).

Dari keterangan di atas, sekali lagi, boleh dikata hilangnya becak yang riwayatnya boleh dilacak hingga tahun 1800-an dari kota-kota masa kini adalah bagian dari kehilangan sesuatu yang lebih besar. Sesuatu itu bernama perkampungan dimana modernisasi bukan saja digerakkan kekuatan modal besar (= kapitalisasi ruang kota), dominasi sistem selera kelas menengah urban namun turut di-support oleh negara (atau dalam teori pembangunan beririsan dengan istilah state-led development).

So, yang dilakukan guburnur Anies adalah "gerakan mengembalikan kampung"? Jangan lupakan, duet pengganti Ahok-Djarot ini memiliki kontrak politik dengan Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK-Jakarta) yang dikenal mengorganisasi kampung atau kantung rakyat miskin. Kata berita, becak akan difokuskan sebagai angkutan dalam kampung dan beroperasi dalam zonasi tertentu. Lebih lengkapnya, silahkan baca berita terkininya di berita ini dan di sini.

Karena saya bukan jenis manusia yang bolak-balik dengan Transjakarta di sehari-hari Jakarta. Terlebih bukan pengamat atau praktisi transportasi perkotaan, yang membuat tertarik bukan pada sistem kelola perbecakan kelak. Termasuk bukan pada soal sejauh mana becak dapat menjadi sarana pemulih sumber pendapatan warga (target yang terlalu tinggi jika tidak disertai intervensi pada beberapa kompenen kunci pengentasan kemiskinan semisal akses pendidikan dan kesehatan berkualitas ). Ulasan terhadap ihwal yang terakhir ini boleh dibaca pada artikel Om Felix Tani, Pak Anies Baswedan, Sebaiknya Lakukan Revitalisasi Becak di Jakarta.

Ketertarikan saya, yang terakhir, lebih berpusat pada "State-Civil Society Coalition" yang tampaknya mulai didorong sebagai alternatif politik urban di level Jakarta. Sejauh apa memiliki kemungkinan akan berhasil membalik arus di tengah dominasi "State-Capital Coalition", atau sekurangnya menemukan titik keseimbangan interaksional antar ketiga elemen ini. Alternatif politik urban yang seperti ini bisa juga diselidiki dengan mengajukan pertanyaan seperti bagaimana pertentangan elemen-elemen di dalam formasi koalisi yang membuatnya tidak memiliki cukup nafas untuk bertahan. Perkara semisal ini bukanlah materi diskusi yang mampu saya jawab. 

Dari aras selanjutnya, bisa dilengkapi dengan pernyataan bahwa politik populisme yang sedang dalam gelombang pasang, di ruang Jakarta, tengah mengambil bentuk yang lebih nyata dalam mendorong pemulihan daya hidup orang-orang kecil di perkampungan urban (?). Bukan sekadar eksploitasi sentimen dan paranoia kolektif di depan dunia yang bergerak cepat dan menyisakan kecemasan akan hancurnya nilai-nilai, serba antiasing, dan perasaan kalah demi target-target politik jangka pendek pertengkaran elit.

Demikianlah penjelasan yang membuat saya tidak bisa lagi tertawa mengenang balapan si abang becak dan Tuan Harley.

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun