Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Musik Panbers, Pinggiran dan Perantau

26 Oktober 2017   00:33 Diperbarui: 26 Oktober 2017   07:50 2374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Benny Pandjaitan. Tribunnews.com

Kawan baru yang satu ini memang pelan-pelan mem-Fals-kan saya secara lebih kaffah, terlebih ketika menyeruak pertengkaran-pertengkaran berulang yang membuat lirik: jalan masih teramat jauh, mustahil berlabuh bila dayung tak terkayuh. Maaf Cintaku, aku menggurui kamu...begitu mewakili suasana hati, kesenduan itu hanyalah milik Panbers. Celaka!

Salah satu sebabnya, selain karena masa indoktrinasi Panbers yang lebih tua, semasa kuliah saya tinggal di perkampungan yang banyak dihuni oleh keluarga dari Sangihe Talaud. Mereka bukan saja pintar bernyanyi dan bermain musik namun juga penggemar musik-musik sendu 90-an yang setia. Setiap sore, di gang yang terletak antara pasar Bahu menuju rumah sakit Kandou di Malalayang, pasti ada saja rumah yang memutar warisan sendu 90'an. 

Akibatnya, bawah sadar yang sudah diruwat sedemikian lama oleh musik Panjaitan Bersaudara menemukan titik didih. Terlebih-lebih ketika berada dalam lingkaran usia paska-17, dengan gitar di tangan, gelas yang keliling berisi cap Ti...ah, sudahlah. Musik Panbers membawa ke titik didih yang mengawetkan ingatan akan masa-masa SMP.

Dari hit Awal dan Cinta sampai Cinta dan Permata, Benny dan Panbers tak pernah bergeser dari pop manis yang melankolis. Lagu-lagu itu adalah suara kaum marjinal Indonesia pada dekade '70-an. Kebanyakan soal orang pinggiran yang berjibaku dengan dunia kapitalisme. (CNN Indonesia)

CNN Indonesia mungkin benar jika lagu-lagu Panbers tumbuh abadi di masyarakat pinggiran. Mungkin juga mereka yang kalah atau bertahan dengan sebisa-bisa yang tersisa.

Saya mengalami langsung pinggiran dari dua lokasi di dua pulau berbeda. Yang pertama, di ujung Timur sedang kedua, di sebelah Utara Nusantara. Lokasi yang pertama adalah pemukiman majemuk yang dihuni oleh kebanyakan pedagang di pasar, PNS/Militer rendahan, supir-kernet angkot, buruh angkut, serta kos-kosan mahasiswa. Lokasi itu bernama Youtefa, Abepura. Ada pun pemukiman yang terletak diantara pasar Bahu menuju RS Kandou di Malalayang bercorak etnik lebih homogen. Pemukiman ini dihuni oleh PNS, pedagang kecil, nelayan, dan mahasiswa perantau yang merupakan bagian yang menghuni lansekap teluk Manado.

Tapi apakah itu keterpinggiran yang berjibaku dengan kapitalisme? Atau dengan kata lain, musik-musik sendu Panbers atau Dlloyd, misalnya, adalah semacam "katup pengaman psikis dari keresahan, kekalahan, dan kemarahan"? Semacam katalisator yang bekerja dua arah: 1), dari kepentingan kapitalisme, membuat para korban memiliki tembang bersama yang sejenak menenangkan atau (2), dari sudut para korban, membuat mereka memiliki saluran pelepas stres sehingga dijauhkan dari pikiran dan rencana prohesip. 

Wah, wah, waah. Ngeri kali. Tapi saya tidak tertarik di spekulasi di semisal ini.

Saya lebih tertarik melihat band Panbers yang tercatat telah menghasilkan karya lebih dari 700 lagu dalam ratusan album, baik beraliran pop, rock, rohani, keroncong, lagu Batak, dan Melayu. Selain itu, lebih dari empat dekade, Panbers pernah manggung di 350 kota besar dan kecil di Indonesia, konser di perbatasan negara, hingga di Jerusalem, Israel pada 2007, adalah generasi dengan karakter pop sendu yang menembus banyak batas etnik. 

Musiknya juga melintas di banyak ruang pertemuan manusia, namun dalam pengalaman saya, dia lebih sering ditemukan di pemukiman padat, jelata, kota. Di terminal-terminal, di angkutan yang sesak, dan di warung-warung pinggir jalan yang lengang. Musik Panbers telah menjadi semacam pengikat yang setiap hari bersenandung galau menemani putaran hidup di orang-orang di lokasi tersebut.  

Saya sendiri sekarang sudah berada di pulau yang lain dengan suasana pinggiran yang agraris. Di perangkat komputer pribadi saya, dengan winamp, saya sesekali memutar Perantau milik Panbers. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun