Bahkan terlalu jauh dari kualifikasi Tan Malaka--maksud saya, kurangilah mengutip Bung Karno, wahai!-- seorang Muslim terpelajar yang hidup mengorganisir perlawanan dan dikejar-kejar intelijen kolonial hampir seumur hidup. Intelektual organik yang kesepian karena sikap istiqomah mewujudkan Indonesia Merdeka 100%.
Atau yang lebih pas, tulisan catatan kaki ini adalah deretan tanya yang mestinya tidak ditujukan kepada (sub)teks pidato yang habis dibaca dalam 20an menit.
Lagi pula, apa efektifitas menggugat strategi menyadur heroisme narasi masa lalu tanpa memberi gambaran ringkas situasi kekinian serta kompleksitas tantangan yang memang kegemaran politisi di depan panggung, massa, karangan bunga, baliho dan bendera-bendera serta sorot kamera?
Saya hanya bertanya dan sedang menyelamatkan diri sendiri. Gak usah sumbu pendek ah! Makan dulu, bobok, besok bangun pagi, terus ke Kompasianival.Â
Sip?
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H