Asmuni duduk di sudut yang agak tersembunyi. Dari situ, ia boleh merekam percakapan seluruh pengunjung kantin.
Dua meja di depan duduknya, serombongan perempuan sedang asik berkisah. Satu diantara mereka bermata sayu dengan kacamata yang menyempurnakan sihir tatapan.Â
"Tadi malam aku ngirim lagu lho di radio, pada denger gak?"
"Radio apa?"
"Suara Kasih. Tadi malam sempat hilang sih siarannya. Denger kan?"
"Yah, frekuensi radio itu gak nyampe di rumahku. Lagian, kalau jam segitu, ayah senangnya denger siaran wayang." Si Mata Sayu membalas, "Lain kali lewat RRI saja."
"Lagu-lagunya RRI kebanyakan band bapak-bapak. Panbers, Koes Plus, Dlloyd-lah. Ogah." Â Â
Asmuni menatap lembar foto di tangannya. Gemetar.
Gelap seperti memenuhi segala ruangan. Terima kasih telah menyembunyikan kekacauanku, batin Asmuni. Dungu.
Berjuang adalah Koentji!
***