Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Melihat Kerja Terbaru Liman dalam Film The Wall

30 Agustus 2017   11:17 Diperbarui: 3 September 2017   15:12 3427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun barangkali percakapan menohok yang menyindir nilai-nilai Amerika adalah ketika si penembak jitu mengatakan, "Kalian Amerika, kalian pikir kalian tahu segalanya." Lantas menambahkan, "Kalian telah datang ke negara orang lain. Menyarukan diri di tanah kami. Dari sudut pandangku, kaulah yang terlihat seperti teroris," sebagai balasan untuk Isaac yang menyebutnya teroris sialan.

Sedangkan kata-kata paling menghancurkan daya tahan psikis adalah manakala si penembak jitu Irak menggali alasan Isaac terus berada di Irak. "Perang sudah selesai. Apa alasanmu ada di sini? Sudah berapa banyak tur yang kau jalani? Mengapa kalian selalu kembali? Apakah karena Dean?"

Penembak jitu Irak ini ternyata adalah Juba, sosok hantu yang sudah membunuh 75 orang dan paling sulit dihabisi. Dialah Malaikat Kematian.

Dean adalah rekan Isaac yang tak sengaja ditembaknya. Dean dan Isaac berasal dari satu wilayah yang sama di tanah Paman Sam. Alasan Isaac kembali ke Irak adalah melarikan rasa bersalah dan mengawetkan kebohongan tentang kematian Dean. Atau dengan kata lain, Liman sedang menunjukan jika alasan prajurit Amerika terlibat perang tidak selalu bermotif patriotisme. Atau sebagaimana alasan para penguasa maniak, demi Demokrasi dan Perdamaian Dunia, bla..bla..bla.

Dan akhir cerita ini ditutup oleh penjemputan Isaac oleh dua heli yang kemudian jatuh. Juba menembaknya. Juba bukan saja memenangkan perang antar penembak jitu. Juba juga memenangkan perang psikisnya. 

Lantas, apakah Doug Liman benar telah keluar dari zona nyamannya?

Film bertema perang memang bukan hal baru bagi Liman karena ia pernah menggarap Edge of Tomorrow (2014) yang beraliran Sci-Fi. Namun, saya kira usahanya menggarap sisi psikis dalam perang modern Amerika seperti perang Irak adalah rintisan yang cukup berhasil. Terlebih jika mengingat biaya murah dibanding dengan Dunkirk (2017) milik Nolan yang berbiaya $100 million, Liman rasanya lebih ekspresif menjelajahi dunia batin serdadu yang terjebak perang. 

Jika eksplorasi dunia batin manusia yang tak berdaya adalah proyek baru sinematik Liman maka tampaknya dia sedang berusaha keluar.

Tapi jika melihat karakteristiknya yang gemar menguliti kerapuhan sistem adidaya dan dunia batin manusia yang suram, khususnya lewat tema-tema spionase seperti Bourne Identity, Liman belum kemana-mana. Kerja sinematik terbaru Liman masih menunjukan kritik-kritiknya terhadap klaim-klaim superioritas negara adidaya.

Tentu saja, itu semua menurut saya.

***

   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun