Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Menakar Skuad Juventus Musim Depan

6 Agustus 2017   13:02 Diperbarui: 7 Agustus 2017   13:34 1869
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Juventus.com

Di depan sekitar 26.000-an penonton, kemarin sore waktu London, Tottenham Hotspurs menyelesaikan pertandingan melawan Juventus dengan skor 2:0, dua gol dicetak oleh Kane dan Eriksen di Wembley Stadium. Pertandingan ini merupakan ajang uji coba terakhir kedua klub sebelum memasuki putaran liga resmi. Sebuah kemenangan yang impresif terhadap runners-up Liga Champions Eropa musim lalu, ujar Evening Standar.

Kekalahan di Wembley menegaskan hasil evaluasi Allegri. Max Allegri sesudah lawatan ke benua Amerika mengatakan, "Apa yang belum kami perbaiki? Kondisi fisik." Kemudian dia menambahkan, "Setelah itu, kami harus menjadi lebih baik dalam cara bertahan," tuturnya lagi menyikapi kegagalan Juventus mencatatkan clean-sheet selama ICC 2017 sebagaimana dilansir laman Kompas.com. 

Dalam lawatan bertajuk International Champions Cup (ICC) 2017 itu, Juventus hanya sekali kalah melawan tim yang mereka singkirkan di semifinal Liga Champions musim lalu, Barcelona. Selebihnya, si Nyonya Tua menang melawan PSG lewat dua babak dan menang atas kandidat paling kuat untuk perburuan scudetto musim depan, AS Roma, lewat adu penalti.

Uji coba melawan tim peringkat dua Liga Inggris ini dapat menjadi gambaran kasar dalam melihat persiapan Nyonya Tua mencapai ambisi musim depan, yakni meneruskan tradisi juara Serie A. Ambisi yang akan kembali diuji oleh tim-tim serupa AS Roma, Milan, Napoli serta Inter yang sepanjang 6 musim terakhir lebih sibuk dengan konsistensi internal. 

Persiapan Juventus selama pra-musim tentu harus dilihat dalam keseluruhan, sebagai tim, sebagai sistem bermain. Sistem bermain yang mulai bergeser dari pakem 3-5-2 warisan Conte kepada 4-2-3-1 Allegri. Skema 4-3-2-1 Allegri telah teruji membawa juara Serie A keenam dan sepanjang Liga Champions membuat Juventus tak terkalahkan sebelum keok pada partai puncak di Cardiff. Ketika itu, Juventus bermain 12 kali, 9 kemenangan dan 3 seri. 

Sedangkan di liga domestik, mengikuti statistik yang dirangkum goal.com, sepanjang musim lalu, Juventus merupakan tim dengan produktivitas gol nomor tiga sesudah Napoli dan AS Roma dengan 77 gol sedangkan kemampuan melepas tembakan 583 kali. Dari aspek bertahan, tim asal Turin ini menghuni peringkat pertama dengan 18 kali clean-sheet.  Jelas sudah, Juventus tim yang bermazhab "pertahanan adalah koentji!".   

Bagaimanakah skuad mereka ke depan? Mari kita takar melalui sudut pandang amatir sekaligus harapan seorang Juventini. 

Kita akan memulai dengan melihat dari aspek yang disebut Allegri menjadi fokus perbaikan. 

Di Wembley sore kemarin, pada mulanya Allegri mencoba menduetkan Chiellini dengan Rugani dalam formasi empat bek bersama Sandro dan Lichtsteiner. Sepanjang 45 menit babak pertama, terlihat sekali Rugani yang acapkali rentan salah posisi atau terlambat bereaksi. Tentu saja kondisi ini tidak berdiri sendiri karena Stephan 'the Swiss Train" Lichtsteiner sering naik dan sedikit memberi ruang bagi kreativitas Dele Alli dan Eriksen. Selain juga, beberapa kali reaksi terlambat pemain muda kelahiran 29 Juli 1994 mampu ditutupi Chiellini.

Walau begitu, hal positif yang harus diperkuat Rugani adalah kemampuan melepas umpan. Sekali pun umpan-umpan datarnya masih mudah diintersep dan salah momentum: ruang untuk melepas operan terlanjur menyempit, Rugani berusaha menunjukan identitasnya. Identitas yang membutuhkan banyak menit tampil hingga layak menghuni Starting Eleven.

Sesudah diganti oleh kuartet De Sciglio-Barzagli-Benatia-Asamoah,lini belakang Juventus tampil lebih tenang pada sisa babak kedua.De Sciglio yang baru didatangkan dari AC Milan terlihat disuruh ngetem di garis bertahan dan serangan dari sayap kanan bertumpu pada si Kriwil Cuadrado. Sedang Douglas Costa dipindahkan ke kiri sebelum akhirnya diganti oleh Bernardeschi. 

Pada pergantian ini, Juventus terlihat lebih seimbang dalam bertahan dan menyerang. Lebih tenang meredam pergerakan gelandang dan penyerang Hotspurs terlebih sesudah Kane, Delle Ali dan Eriksen digantikan. Rotasi di lini serang juga terlihat lebih hidup dengan masuknya Bernardeschi dan Moise Kean.

Catatan saya, senada dengan harapan Barzagli, untuk kebutuhan melewati musim domestik yang diperkirakan lebih sengit dan Champions League yang lebih seru, Juventus masih membutuhkan satu bek tengah yang sudah selesai dengan cara bermain di Serie A yang disebut-sebut lebih mengutamakan taktik. Kebutuhan ini untuk melapis Barzagli dan Chiellini yang mulai menua. Di sisi kiri dan kanan, pekerjaan Allegri rasanya hanya membuat De Sciglio lebih cepat nyetel. Sementara Rugani sendiri harus selalu diberikan kepercayaan untuk masuk tim utama, terutama pada laga-laga berat. 

Selain itu, karena kita berbicara tentang sistem bermain, di lini tengah, duet jangkar Khedira-Pjanic belum tergantikan. Keberadaan amunisi muda baru seperti Rodrigo Bentancur semoga akan dimaksimalkan memberi "warna Latino" yang lebih estetis. Maksud saya, kemampuan melepas umpan-umpan yang menyihir ala Pogba atau Pirlo sebagai karakteristik yang redup di musim kemarin harus kembali dihadirkan.

Bagaimana dengan lini serang?

Lini serang Juventus musim depan adalah komponen yang menjadi prioritas perbaikan jika dilihat dari fokus transfer mereka. Selain meminjam Douglas Costa dari Bayern Munchen, pembelian Bernardeschi memberikan Juventus opsi tambahan terhadap dominasi trisula Mandzukic-Higuain-Dybala. Terutama ketika tim memilih bermain dengan strategi serangan cepat lagi taktis. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah keberadaan Moise Kean. Anak muda produk akademi Nyonya Tua ini tampil asik ketika melawan PSG di Amerika. Sudah waktunya dia dimatangkan dengan menit tampil yang lebih sering. 

Hanya saja, khusus Dybala yang diharapkan sebagai pewaris sejati nomor paling sakral di sejarah Juventus sesudah Delpiero, masih sering tidak konsisten dalam laga-laga besar. Pada saat melawan Barcelona di semifinal pertama Champions League, Dybala tampil efektif dan bikin gol. Ketika menghadapi Real Madrid di final, melempem luar biasa. Serupa amatir. Dybala harus lebih sering konsisten dan bersamaan dengan hadirnya Costa, Bernardeschi dan Kean serta Pjaca, Allegri kini memiliki sumberdaya yang kompetitif.

Dengan penggambaran amatir atas sistem bermain dengan melihat dua kompenen utama di atas, maka seperti awal kedatangannya ke Juventus Stadium, Allegri akan menemukan formula yang tepat. Sistem 4-2-3-1 yang berangsur-angsur mentransformasi warisan Conte kini dihuni wajah baru yang didominasi barisan penyerang.

Dalam bahasa lain, skuad untuk musim 2017/2018 menjanjikan citarasa Nyonya Tua yang lebih enerjik. Skuad ini berpotensi lebih eksplosif menyerang atau sama mengatakan jika Juventus sedang dalam transisi menuju mazhab menyerang dengan darah muda (?). Era BBC sedang tutup buku. Dus, Jangan juga lupakan pesan Agnelli, proyek Juventus di Serie A dan Eropa baru dimulai. Sejarah baru sedang ditulis. 

So, apalah arti kepergian Bonucci? Nothing!     

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun