Di depan sekitar 26.000-an penonton, kemarin sore waktu London, Tottenham Hotspurs menyelesaikan pertandingan melawan Juventus dengan skor 2:0, dua gol dicetak oleh Kane dan Eriksen di Wembley Stadium. Pertandingan ini merupakan ajang uji coba terakhir kedua klub sebelum memasuki putaran liga resmi. Sebuah kemenangan yang impresif terhadap runners-up Liga Champions Eropa musim lalu, ujar Evening Standar.
Kekalahan di Wembley menegaskan hasil evaluasi Allegri. Max Allegri sesudah lawatan ke benua Amerika mengatakan, "Apa yang belum kami perbaiki? Kondisi fisik." Kemudian dia menambahkan, "Setelah itu, kami harus menjadi lebih baik dalam cara bertahan," tuturnya lagi menyikapi kegagalan Juventus mencatatkan clean-sheet selama ICC 2017 sebagaimana dilansir laman Kompas.com.Â
Dalam lawatan bertajuk International Champions Cup (ICC) 2017 itu, Juventus hanya sekali kalah melawan tim yang mereka singkirkan di semifinal Liga Champions musim lalu, Barcelona. Selebihnya, si Nyonya Tua menang melawan PSG lewat dua babak dan menang atas kandidat paling kuat untuk perburuan scudetto musim depan, AS Roma, lewat adu penalti.
Uji coba melawan tim peringkat dua Liga Inggris ini dapat menjadi gambaran kasar dalam melihat persiapan Nyonya Tua mencapai ambisi musim depan, yakni meneruskan tradisi juara Serie A. Ambisi yang akan kembali diuji oleh tim-tim serupa AS Roma, Milan, Napoli serta Inter yang sepanjang 6 musim terakhir lebih sibuk dengan konsistensi internal.Â
Persiapan Juventus selama pra-musim tentu harus dilihat dalam keseluruhan, sebagai tim, sebagai sistem bermain. Sistem bermain yang mulai bergeser dari pakem 3-5-2 warisan Conte kepada 4-2-3-1 Allegri. Skema 4-3-2-1 Allegri telah teruji membawa juara Serie A keenam dan sepanjang Liga Champions membuat Juventus tak terkalahkan sebelum keok pada partai puncak di Cardiff. Ketika itu, Juventus bermain 12 kali, 9 kemenangan dan 3 seri.Â
Sedangkan di liga domestik, mengikuti statistik yang dirangkum goal.com, sepanjang musim lalu, Juventus merupakan tim dengan produktivitas gol nomor tiga sesudah Napoli dan AS Roma dengan 77 gol sedangkan kemampuan melepas tembakan 583 kali. Dari aspek bertahan, tim asal Turin ini menghuni peringkat pertama dengan 18 kali clean-sheet. Â Jelas sudah, Juventus tim yang bermazhab "pertahanan adalah koentji!". Â Â
Bagaimanakah skuad mereka ke depan? Mari kita takar melalui sudut pandang amatir sekaligus harapan seorang Juventini.Â
Kita akan memulai dengan melihat dari aspek yang disebut Allegri menjadi fokus perbaikan.Â
Di Wembley sore kemarin, pada mulanya Allegri mencoba menduetkan Chiellini dengan Rugani dalam formasi empat bek bersama Sandro dan Lichtsteiner. Sepanjang 45 menit babak pertama, terlihat sekali Rugani yang acapkali rentan salah posisi atau terlambat bereaksi. Tentu saja kondisi ini tidak berdiri sendiri karena Stephan 'the Swiss Train" Lichtsteiner sering naik dan sedikit memberi ruang bagi kreativitas Dele Alli dan Eriksen. Selain juga, beberapa kali reaksi terlambat pemain muda kelahiran 29 Juli 1994 mampu ditutupi Chiellini.
Walau begitu, hal positif yang harus diperkuat Rugani adalah kemampuan melepas umpan. Sekali pun umpan-umpan datarnya masih mudah diintersep dan salah momentum: ruang untuk melepas operan terlanjur menyempit, Rugani berusaha menunjukan identitasnya. Identitas yang membutuhkan banyak menit tampil hingga layak menghuni Starting Eleven.
Sesudah diganti oleh kuartet De Sciglio-Barzagli-Benatia-Asamoah,lini belakang Juventus tampil lebih tenang pada sisa babak kedua.De Sciglio yang baru didatangkan dari AC Milan terlihat disuruh ngetem di garis bertahan dan serangan dari sayap kanan bertumpu pada si Kriwil Cuadrado. Sedang Douglas Costa dipindahkan ke kiri sebelum akhirnya diganti oleh Bernardeschi.Â