Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Kylian Mbappe, Sebuah Tipe dan Kebutuhan Alternatif

30 Maret 2017   11:54 Diperbarui: 13 April 2017   08:30 901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu Thiery Henry hijrah ke Juventus, di tahun 1999, Don Carlo memainkannya sebagai penyerang sayap yang menyisir garis luar pertahanan lawan dalam pakem 3-5-2. Henry menjadi lebih banyak bekerja sebagai winger modern: pembuka area dan pengumpan sekaligus menjaga keseimbangan dalam bertahan. Sistem bermain seperti ini yang menjadi sebab mendasar dari 19 penampilannya, Henry hanya punya sepasang gol. Henry hanya bertahan 6 bulan.

Juventus di era itu memang memiliki dua top striker yang sedang naik daun, Alex Delpiero dan Pippo Inzaghi. Dua nama yang sangat sulit digeser Henry sebagai bintang muda baru dari Ligue 1. Padahal di lapangan tengah, ada jenius Zidane, Edgar “Pitbull” Davids dan Antonio Conte yang seharusnya bisa menjadi supporting system dalam mendukung kinerja cepat dan cerdas Henry.

Berbeda sekali ketika ia memutuskan hijrah, karena Luciano Moggi memang hendak menjualnya, dan dilatih sesama koneksi Perancis, Wenger di Arsenal. Di klub ini, Henry lebih memiliki keleluasaan bermain sebagai penyerang tengah yang bergerak fleksibel ke kanan dan kiri bahkan menjemput bola jauh ke lapangan tengah.  Kinerjanya  ditopang oleh Patrcik Viera dan Pires, menyebut dua koneksi Perancisnya yang lain. Di fase menemukan bentuk terbaik permainannya, Henry pun ditemani duet sekaligus mentor yang jenius, pria Belanda yang takut naik pesawat terbang, Dennis Bergkamp.

Perlahan dan makin mantap, Henry berkembang dan menjadi salah satu legenda sepakbola.

Selama periode 1999-2007 di Arsenal, pemain yang memulai karir dari AS Monaco dimana pertama kali ia bekerja dengan Arsene Wenger, memberi dua titel juara liga Inggris dan tiga gelar piala FA. Pria yang lahir 17 Agustus 1977 juga menjadi top scorer sepanjang masa Arsenal dengan 228 gol dalam 376 penampilan. Sebelum pensiun di liga Amerika Serikat, di masa menuju senjakala, Henry sempat terlibat dalam pencapaian Barcelona kala juara liga Champions Eropa di musim 2008/2009.

Sementara di level tim nasional Perancis, Henry merupakan bagian dari skuad emas bersama Zidane, Thuram, Deschamps, dan Trazequet, manakala meraih Piala Dunia (1998) dan Piala Eropa (2000). Generasi emas yang bukan saja melampaui pencapaian generasi Platini dalam sepakbola. Generasi ini pun disebut sebagai wujud kemenangan multikulturalisme dalam sepakbola yang sampai hari ini masih saja terselip jiwa-jiwa sakit. Jiwa para pengumbar rasisme.

Era The King Henry sudah berakhir. Pada usia 37 tahun, ia memutuskan gantung sepatu dan kini menjadi pundit, komentator ahli sepakbola di Sky Sports TV.

“The New Henry” dan Kebutuhan akan Tipe Ideal Alternatif

Sekarang ini dunia sepakbola sedang disedot perhatiannya dengan kemunculan sosok muda yang ikut serta membawa AS Monaco ke puncak klasmen liga Perancsi dan membatu kontributor kunci ketika menyingkirkan Manchester City-nya Pep Guardiola dari liga Champions.

Sosok muda itu masih berusia 18 tahun, lahir pada 20 Desember 1998. Ia bernama Kylian Mbappe. Data dari Whosoccored menyebutkan jika pemain bertinggi 1,78 meter ini telah memiliki menit bermain sebanyak 1165, 980 menit di liga Perancis dan 185 di liga Champions Eropa. Sementara itu, masih dari sumber yang sama, persentasi keberhasilan dalam melakukan operan di liga domestik, sebesar 74,4% sedang di liga Champions, sebesar 80%. Di daftar top skor liga domestik, Mbappe berada di urutan 6 dengan 12 gol untuk musim yang sedang berjalan.  Klubnya, AS Monaco sedang di puncak klasmen dengan poin 71, selisih 3 poin dengan klub kaya, PSG yang disingkirkan Barcelona lewat “pentas Horor Camp Nou” di liga Champions.

Pencapaian seperti itu membuat Mbappe yang memiliki gaya bermain cepat dan efektif selain lihai menggiring bola disebut sebagai “The New Henry”. Deschamps pun memberi penghargaan kepadanya di timnas sebagai penyerang muda.

Perkembangan ini memaksa media massa memberi perhatian. Bahkan ada yang menyebutnya fenomena, sebutan yang merujuk pada nama-nama besar seperti Messi, Ronaldo dan Neymar. Terhadap Mbappe, Henry sendiri menyatakan kekagumannya. Dia bilang, "When I watch him dribble, he is thinking. He thinks when he plays and that for me is the most important thing in a player. He thinks. He uses his brain,” sebagaimana dimuat disini.

Akun Football_Tweet bahkan melansir statistik memberi gambaran jika pencapaian Mbappe di usia yang sama dengan Messi dan Ronaldo. Di usia 18 tahun, Ronaldo hanya menciptakan 5 gol di 33 pertandingan. Sementara Messi, 6 gol di 17 pertandingan. Mbappe sendiri, 32 pertandingan dan 19 gol.  

Subyektifitas saya melihat Mbappe sebagai kombinasi Trezequet dan Henry. Dalam kesaksian Henry sendiri, poin pentingnya adalah Mbappe bukan kelas pemain yang sekedar mengandalkan keunggulan fisik, misalnya kecepatan dan tendangan yang keras lagi akurat. Ia pemain yang memiliki intelejensi, kemampuan yang dibutuhkan untuk terus memberi sihir dan kejutan dalam setiap penampilannya. Dengan kata lain, ia tipe yang bisa memberi dampak positif pada tim sebagaimana Henry bersama Arsenal.

Ia memiliki masa depan yang cerah sejauh ia mampu terus berkembang dan bekerja lebih baik. Dan saya kira seharusnya banyak orang berharap, Mbappe akan berkembang menemukan tipe idealnya sendiri. Tipe ideal yang membuat fans sepakbola memiliki preferensi lain di luar tipe Messi, Ronaldo, atau Neymar. Sebagaimana zaman dimana ketika Delpiero memberi identitas di Serie A, ada tipe oportunis seperti Pippo Inzaghi yang paling dikhawatirkan Nesta. Atau ada tipe Henry yang seolah Ali di lapangan hijau--Float like a butterfly, sting like a bee--dan pada saat bersamaan, ada tipikal efektif dan kalem, si Torres di Liverpool.   

Saya sudah terlalu jenuh dengan perdebatan  yang melulu Messi atau Ronaldo. Terus berkembang, Mbappe!

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun