Kekhasan yang bertumpu, sebaut saja, pada strategi narasi Eka yang ketika berwujud karya, ia membuat sastra tanah air hingga dunia gembira, kagum dan penuh rasa hormat. Indonesia yang dipelihara rezim takut buku ternyata masih bisa melahirkan pencerita hebat. Strategi narasi yang dengan itu juga pembaca serius atau sekedar-sekedar saja, sukses dibuat hanyut sekaligus terhenyak ketika tiba pada ujung cerita. Kalimat-kalimatnya seolah memiliki mantra pesugihan!
Strategi narasi yang juga begitu luwes menghadirkan kompleksitas sejarah kelam Indonesia ke dalam jalinan cerita manusia-manusia yang menertawakan kesimpulan-kesimpulan klise lagi monoton. Jenis kesimpulan yang sering dengan sukarela riang gembira diterima para penggunjing politik dan pengkhotbah moral di pantat kekuasaan atau penikmat dongeng kon(g)spirasi di kamar tanpa buku.
Lantas, apa saja pokok ciri dari strategi alumnus filsafat UGM yang skripsinya membahas Pramoedya dan Sastra Realisme Sosial(is)?Â
Saya belum mampu dan berani menjawabnya. Jawaban atas pertanyaan ini membutuhkan riset serius dan jelas akan memakan ketekunan serta waktu yang lama.
Oleh sebab itu, sebagai pengantar (kekaguman) amatir dalam mencari jawaban terhadap pertanyaan di atas, saya hendak melihat kekhasan Eka dalam novel yang baru selesai saya habiskan. Novel itu adalah O. Bila pembaca budiman sudi melihat catatan pengantar ini, silahkan. Saya senang sekali. Â
O, Sebuah Inversi
Semua dongeng diciptakan oleh monyet-monyet tua untuk menciptakan masalah-masalah besar bagi monyet-monyet yang lahir belakangan
O adalah nama seekor monyet betina. Ia memiliki kekasih bernama Entang Kosasih, monyet muda jantan yang memiliki kehendak sangat kuat menjadi manusia. Kehendak yang mula-mula muncul dari dongeng turun temurun leluhur di masyarakat monyet yang hidup di Rawa Kalong.
Ambisi gila Entang Kosasih  menjadi pemicu, pintu masuk dari perjalanan panjang O. Kehendak menjadi manusia membuat O belajar pada dunia manusi menempuh jalan derita, menjumpai tragedi, hingga mengalami pencerahan diri.  Â
Tapi O tidak tentang monyet semata.
O adalah kisah masyarakat monyet yang berdamping hidup dengan masyarakat manusia. Di dalam O, ada kisah polisi Sobar yang jatuh cinta kepada Dara, pacar seorang kriminal bernama Toni Bagong. Sobar memiliki sahabat polisi, Â Joni Simbolon yang mati ditembak Entang Kosasih. Ada kisah suami istri pemulung dan pawang topeng monyet, tuannya O, yang melambangkan potret harian manusia-manusia gembel. Sepasang laki-bini yang menyimpan balas dendam namun dikembalikan ke jalan Tuhan oleh seekor Beo yang pernah dipelihara seorang alim. Ada pula kisah Rudi Gudel yang hendak melampiaskan dendam sahabatnya terhadap seekor anjing bernama Kirik, sahabat O.