Jangankan mereka yang hingar bingar di pinggir jalan, yang konon, terdidik pun turut ambil peran dengan gairah menyala-nyala. Ironis.
Saat membaca halaman terakhir--sesudah bolak-balik membaca ulang beberapa bagian penting--saya kira benar kata-kata Om Ben Anderson di bagian penutup kata pengantar: nasionalisme yang serius bertaut dengan internasionalisme.
Nasionalisme yang serius! Sekali lagi, SERIUS! Bukan jenis resah bin(ti) reaksioner apalagi yang pseudo-nationalism. Nasionalisme yang perlu dipelajari lagi demi memahami kerja-kerja kolaboratif lintas kedaerahan, bervisi jauh dan dinamika jejaring internasional yang menjadi “energi politik dan kebudayaan” di balik revolusi fisik dan pemerdekaan Indonesia.
Jenis kesadaran nasionalisme era revolusi fisik yang kembali dibutuhkan di tengah pemujaan dan perayaan watak populisme era neoliberal: xenopobik, sentimentil-emosional, rasis dan dalam banyak ekspresi, anti-kritik.
Pendek kata, memoar Hidup di Luar Tempurung bisa turut menyelamatkan kepala dari asal paranoid atau menjadi nasionalis resah! Sekurang-kurangnya kepada saya.
Terima kasih Opa Ben Anderson.
***
[Catatan: Tulisan ini sudah diposting pada laman facebook sendiri dikarenakan kemarin akun Kompasiana saya tidak bisa diakses. Dimuat lagi di sini dengan beberapa revisi untuk pengarsipan dan, semoga saja, penyebarluasan yang bermakna]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H