Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

A Life Beyond Boundaries dalam 9 Catatan Penting

20 Januari 2017   08:39 Diperbarui: 13 Desember 2019   10:37 1009
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Buku ini merupakan “berkah dari pencekalan” terhadap dirinya sesudah menerbitkan Cornell Paper yang mencurigai jika peristiwa G30S 65 adalah buah dari konflik internal Angkatan Darat. 

Sehingga dengan nada membanyol, Opa Ben katakan,”Jika tidak dicekal, mungkin buku itu tidak pernah ada.”

Berkah sejenis ini turut dirasakan oleh James Scott yang “terpaksa” melakukan riset intesif, khususnya, di Malaysia hingga melahirkan tesis perlawanan Petani, magnum opus yang terus dirujuk sampai sekarang.

Imagined Communities sendiri merupakan karya yang tergolong sulit diterjemahkan dan dibaca----saya mengalami kesulitan yang terakhir, he hu he hu. Terhadap buku ini, Opa Ben memberi rahasia metode risetnya (keterangan sesudah ini catatan penting ke delapan).

Saya kutipkan agak panjang disini:

Cara ideal untuk memulai riset yang menarik, paling tidak dalam pandangan saya, adalah dengan berangkat dari persoalan atau pertanyaan yang kau sendiri tidak tahu jawabannya. Lalu kau harus memutuskan jenis perangkat intelektual apa (analisis wacana, teori nasionalisme, survey, dll.) yang mungkin berguna atau tidak berguna buatmu. Tapi kau juga harus mencari bantuan teman-teman yang tidak harus bekerja di satu disiplin ilmu atau program studi denganmu, guna merengkuh kultur intelektual seluas mungkin. Seringkali kau juga butuh nasib baik (halaman 151).

Walhasil, buku ini lahir dari pergumulan persilangan ide Karl Marx (ahli ekonomi-politik Jerman), Marc Bloch, Lucian Febvre, Henri-Jean Martin (sejarahwan Perancis), Victor Tuner (antropolog Inggris), Erich Auerbach (filolog Jerman), Harriet Beecher Stowe (novelis Amerika) dan Walter Benjamin (filosof dan kritikus Sastra Jerman) dimana mereka semua ini tidak memiliki minat khusus terhadap nasionalisme.

Opa Ben Anderson, catatan ke sembilansejak usia muda memang telah gandrung pada sastra, khususnya fiksi modern di Asia Tenggara, khususnya di Thailand, Filipina dan Indonesia. Karya-karya fiksi berupa cerpen atau novel, misalnya, merupakan minat penting yang membuatnya melakukan riset di Asia Tenggara. 

Gairah riset yang menuntunnya berkorespondensi secara “semi-klandeinstein” sebelum berjumpa dengan Mbah Pramoedya Ananta Toer.

Selain Mbah Pramoedya, satu perjumpaan penting yang merawat cinta pertama Opa Ben Anderson terhadap Indonesia adalah ketika menemukan buku berjudul Indonesia dalem Api dan Bara yang terbit tahun 1947. 

Buku ini ditulis oleh sosok dengan nama pena Tjamboek Berdoeri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun