Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Bapak Ingin Punya Mobil

3 Januari 2017   10:33 Diperbarui: 3 Januari 2017   19:37 2129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Petani Tua dan Sepeda Ontel | kfk.kompas.com

Atau Bapak akan bercerita dengan sangat bersemangat tentang mengapa kebun ditanam pohon jati, kelapa, mangga dan yang lainnya. Sebagai turunan kakek, ia mewarisi darah petani yang selalu bergairah sekalipun sebagian hidupnya dihabiskan dengan menjadi guru kecil di sebuah negeri yang jauh di Timur sementara adik lelakinya yang bungsu lebih memilih menjadi sisi lain kakek, sebagai marinir.

Di Timur, negeri dengan kebudayaan dan masyarakat yang berbeda, banyak hal memaksa Bapak harus belajar dan lambat-laun, menurut saya, Bapak lebih Timur ketimbang seperti manusia dari salah satu lokasi peradaban di sebelah Barat. Ditambah lagi istrinya, ibu saya, juga orang dari Timur dan kami semua lahir di Timur. Lengkaplah sudah.

Mungkin karena terlalu banyak menghabiskan waktu juga memiliki anak-anak yang tumbuh besar tidak di negeri leluhur, Bapak sering berbagi cerita tentang kebudayaan tanah lahirnya. Bapak jelas menginginkan keseimbangan kesadaran sejarah dan budaya. Bapak berharap saya dan adik-adik tidak tercerabut dari sebelah akar yang tumbuh bersilangan dengan akar leluhur ibu yang Timur. Apalagi sekarang di masa pensiun dan kembali ke kampung halamannya, Bapak memiliki banyak waktu. Dan masih sehat.

“Rizki sekarang sudah bisa ngomong apa?”

Tiba-tiba Bapak bertanya cucunya yang baru berusia setahun, anak saya. Saya tersadar, Bapak sudah kembali dari masa lalu.

“Sudah bisa menyebut Opa dan Oma,” jawab saya. Tersenyum. Bapak juga.

 “Kamu sudah tahu mengapa Bapak ingin punya mobil?”

Saya mengangguk, rasanya sudah.

Penggal riwayat silsilah yang belum lengkap. Itu utang cerita yang ingin dipenuhi Bapak agar kami, generasi milenial, tidak tumbuh dari masa lalu yang kabur di tengah era serba bercampur.

“Yuk, ke masjid. Sebentar lagi Magrib.”

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun