Pada kopi pagi,
ada kelam malam berjaga,
dan dingin tabah yang mencintai pahit:
aku.
Pada kopi senja,
ada cerah cinta, kenangan
dan hangat harap yang menolak lesap:
aku.
Aku,
yang sepi dalam genit merah lipstick,
asam tembakau, cerita-cerita.
Doa, gundah gulana,
hingga pertengkaran kata yang membunuh waktu
tanpa pesan. Â
Aku,
sunyi,
dipeluk debu rumah kaca.
Kesaksian yang tiada.
Aku,
cangkir.
Tubuh yang enggan mangkir
2016
***
*) Selamat Merayakan Kopi!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!