Masa bodoh dengan tugas kuliah, batinnya. Berdiri, lalu berlalu. Pergi.
***
Pemuda itu berdiri di depan minimarket.
Sebatang Surya 16 baru saja membakar dirinya dengan tarikan nafas yang memerah bara. Huuuuft, kepulan asap menyembur. Keringat belum kering benar dari kening hingga pipinya yang tirus. Di tubuhnya, pada kemeja lusuh, keringat melukis panu basah di ketiak, punggung dan dadanya.
Ia melangkah, menyebrang jalan. Masuk ke warnet, memilih duduk di pojok.
Layar monitor dengan akun facebook yang terbuka masih menyala. Status caci maki yang ditinggalkan mahasisiwi tadi pagi telah ramai dengan like, wow, sedih dan marah. Komentar-komentarnya juga bertumpuk. Ada keseruan yang ganjil pada komentar-komentar itu.
Ia terprovokasi pula. Maka ditariknya keyboard.
Hal taek lain tentang negara adalah: beratus-ratus kantor saya datangi, berpuluh kota saya hampiri. Beratus lamaran saya serahkan, berjuta doa saya panjatkan. Saya tetap saja penganggur yang cinta negara dan tanah air! Dan masih ikut pemilu, asu!
Kemudian mendesis dan pergi.
***
Dua remaja SMP berlari kencang . Hilang di depan pintu warnet. Duduk di pojok yang sama tersembunyi. Halaman akun facebook itu masih menyala, terbuka dan terbiar.