kuasa apa yang kita punya, kekasih?
ketika masa depan ditulis dari ambisi amis darah maniak perang,
masa lalu hanyalah debu duka di gedung museum
sedang di pintunya, seorang sepuh berjuang melawan bengal kantuk dan lapar perut?
aku dan kamu  hanyalah getir lara kecil, nestapa tak penting
di depan lakon kebiadaban manusia
yang terus berkhotbah  memuja superioritas politik, negara, dan kejayaan
kita tak cukup punya harga, rupanya
bahkan dengan cinta muda yang dipelihara setiap hari
juga mimpi-mimpi  bahagia yang disuling tanpa berhenti
kita tak layak bercerita, tampaknya
bahkan dengan tak terhingga romantika yang dipuisikan setiap detik
dan kemesraan yang diabadikan setiap momen
tahukah kau di hari sedu sedan air matamu
adalah luka tangis ketakberdayaan
kemarahanku hanyalah pemberontakan yang sejenis
cerita kita diminta kalah, cinta kita dipaksa musnah
kita sudah menentangnya, bukan?
aku berakhir di kubur tanpa nisan,
prajurit yang dikutuk absurd patriotisme
kau tercekik di tali tambang
kekasih yang menolak berbagi hati
kuasa apa yang kita punya,
pada dunia dengan harga manusia lebih murah dari terigu,
selain memilih abadi, kekasih?
September ini,
dalam mati, romantika kita abadi!
Sejenis puisi yang dipengaruhi oleh lagu Green Day dan diikutsertakan dalam event Romansa September Rumpies The Club (RTC).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H