Emon, Emon, Emon, teriak anak-anak dan emak-emak. Ayah dan ibu Mika kemudian menyambutnya lewat titian jembatan.Â
"Wah, ternyata kamu yang berjodoh ya Mon. Selamat," kata ayah Mika. Ibunya juga sumringah, Mika seorang yang datar-datar saja.
Emon masih terengah, nafasnya belum normal.Â
"Jadi kapan kita akan laksanakan pernikahannya Mon?" tanya ibu Mika.
"Haaah..haaah..bentar dulu Tante...bentar...." Emon masih mencari nafasnya.
"Begini Om dan Tante. Tidak penting menang atau tidak bagi saya. Sama juga, tidak penting berjodoh dengan Mika atau tidak."
"Whaaaaaaaaaaat?" Mika terkejut. Status kembang desanya terusik. Ibu dan ayahnya melotot, tiada menyangka, tiada menduga Emon yang hidup segan mati tak mau masih bisa bilang begitu.Â
"Haaah...haaa..Om dan Tante, saya hanya mau bertanya. Siapa yang tadi mendorong saya ke dalam sungai? Siapa Om?"
Hening. Hanya Emon yang terdengar masih terengah nafasnya bersama matanya yang penasaran.
Sayembara ini bukan untuk Mika.
*** Â Â