Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Sayembara Mika

30 Agustus 2016   14:33 Diperbarui: 30 Agustus 2016   19:28 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayahnya tak setuju. 

"Dari pada Mika dikutuk tak laku-laku."

Benar juga, pikir ayahnya. Kembang desa tidak laku itu lebih buruk dari hidup dimadu Sultan Brunei.

Maka ditetapkanlah hari pelaksanaan sayembara itu. Sayembara yang intinya barang siapa mampu menyebrangi sungai di ujung kampung yang terkenal sarat buaya, ia akan dijodohkan. Tidak penting dia kaya atau miskin, rambut mengkilap atau botak licin, membawa mobil atau menumpang ojek online, semua sama akan mengambil haknya bila menang.

***

Pada hari pelaksanaan, suasana kampung jadi meriah. Umbul-umbul dipasang sepanjang jalan menuju sungai. Warung-warung kecil tiba-tiba hadir juga di sepanjang jalan-jalan itu. Bahkan aktifitas pemerintahan, pertanian, persekolahan, dan pergosipan ibu-ibu diliburkan. 

"Ini untuk menunjukkan bahwa kampung ini kembang perawan yang paling menyita gairah para lebah muda hingga yang sudah tua. Dengan sayembara jodohnya, kampung ini akan ramai, akan ada multiplayer effect," terang kepala desa. 

Kepala desa sendiri yang membuka acara. Ada 1999 kontestan yang mendaftar. Mereka semua kini sudah berdiri di bantaran sungai namun tiada satu pun yang melompat dan berenang melintasi badan sungai selebar satu kilometer. Di seberang sana, Mika tengah menunggu dengan gaun putihnya. Mika sudah ikhlas siapa saja jodohnya. Siapa yang mampu menyebrang sudah menandakan tekad yang sungguh. Itu sudah modal sebagai suaminya.

Dua jam berlalu, yang ada hanya keriuhan warga kampung yang berdesak-desak sesak. Para kontestan masih juga menimbang nyali dan kesungguhan tekadnya. Pasalnya, dalam benak mereka semua, timbul pikiran seperti ini: kemungkinan jadi daging terkoyak besar sekali. Andai pun jika lolos sampai di sebrang, kemungkinan cacat besar. Apalagi kalau dihajar buaya di bagian yang itu tuh. Lantas, apa gunanya? batin mereka kompak.

Tetiba saja, dalam keriuhan sesak dan bimbang tekad para kontestan, seorang pemuda ceking seperti pecandu narkoba terjun ke sungai dan melesat seperti peluru membelah angin menuju target. Dalam hitungan sepersekian detik, pemuda itu tiba di seberang dengan nafas terengah dan mata yang merah.

Semua orang terkejut. "Itu Emon kan?" teriak seorang warga. Wuuuiih, semua orang salut. Emon yang sering tidur di pos ronda dan makan dari satu utang ke utang berikutnya ternyata....tak disangka...bisa berenang secepat itu. Warga kampung sudah memandang remeh manusia ceking ini. Emon segera disambut bagai pangeran yang baru saja pulang menghancurkan kastil yang dihuni seribu nenek sihir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun