Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[FITO] Rumah Terakhir

25 Agustus 2016   01:06 Diperbarui: 25 Agustus 2016   01:20 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Jelek, aku gak suka!”

“Ini satu-satunya rumah yang layak, Mary.”

Mata setajam sorot elang itu masih menyala. Aku makin suka menatapnya. Maryanka memang selalu misterius dengan mata itu, kenangku.

“Layak untuk apa?”

“Bercinta.”

Bak, buk, bak, buk.Serbuan pukulan mendarat ke dadaku. Ah, manja yang biasa. Kecewa pura-pura. Aku terus meraih tubuh rampingnya.

“Rumah ini terlalu tua. Arsitekturnya juga kuno. Kau yakin kita akan baik-baik saja?” tanyanya dalam pelukku yang masih erat.

“Justru bagus. Kita bisa bebas berkreasi,” jawabku. Dingin.

Maryanka tersenyum. Di matanya, terlihat bengis menyala-nyala.

“Aku mau bikin kopi.”

Maryanka melepas peluk, berjalan pelan ke dapur. Ada meja kayu tua, tempat meletakkan belanjaan, dari ulin Kalimantan yang masih tegak berdiri. Juga sendok-sendok dan cangkir dari kayu. Dapur yang antik.

Aku bergegas ke halaman depan sambil menenteng dua kursi dari kayu jati. Senja sepertinya lebih mesra kalau merahnya disesap dengan secangkir kopi. Bersama mata Maryanka yang seperti elang betina. Serba siaga. Dan dingin.

Mentari tergelincir perlahan. Tak ada lalu lalang manusia dan anak-anak bermain di pinggir jalan. Kota ini dikenal sunyi. Penduduknya kebanyakan aparatur sipil negara, pegawai lapas terbesar di kota ini. Mereka lebih suka menghabiskan waktu di rumah. 

“Maaat…”

Teriakan Maryanka memecah hening senja. Nadanya gembira.

“Maaat?”

“Aku di depan Mary.”

“Mat, aku ketemu radio tua.”

Maryanka kini berdiri di depanku. Radio tua disodorkannya. Ia lupa tadi hendak membuat kopi.  

Aku meraih benda persegi itu, memutar tombol tunning. Ada suara penyiar bercampur bunyi gemerisik. Masih berfungsi. Suara penyiar yang kemudian terdengar makin jelas. Frekuensinya pas. Siaran berita.

Warta sore. Pendengar tercinta, pemerintah kota baru saja mengeluarkan maklumat yang meminta agar warga kota meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan terhadap lingkungan. Dua orang psikopat yang selama ini menjadi DPO karena tuduhan pembunuhan berantai ditenggarai telah berpindah ke sini.

Kemudian hening. Aku dan Maryanka diam dalam tatap. Kemudian menyeringai.

Udara senja serasa penuh amis darah.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun