Dalam kritik ideologi pendidikan, Paulo Freire pernah menyebut metode sistem bank. Sistem Bank itu berpandangan jika anak didik adalah gelas kosong yang menyediakan dirinya untuk diisi air pengetahuan dari gurunya. Dengan kata lain, anak didik menjadi obyek dari pengetahuan guru. Posisinya subordinat dan bisa jadi hanyalah "tiruan atas ideal" sang guru. Â Pandangan ini memiliki akar dalam teori tabula rasa Locke.
Hubungan seperti ini membuat murid dan guru selalu dalam posisi asimetris dan tentu saja tidak dialogis. Apa yang benar secara moral adalah yang benar menurut guru. Yang benar secara pengetahuan adalah pengetahuan guru. Oleh karena itu, dalam relasi demikian, yang terjadi adalah ketergantungan moral dan pengetahuan. Pendidikan menjadi penghambat praktik pembebasan kesadaran (konsientisasi).Â
Masalahnya tidak berhenti di sini. Sistem Bank tidak eksis sendiri. Ia melayani sistem yang lebih besar dari dirinya. Jangan lupakan jika sistem pendidikan adalah aparatus ideologi (wahana pembentuk kesadaran) yang bisa digunakan untuk melayani sistem ekonomi dan politik yang sakit.
Kasus guru yang keras atau murid yang nakal lalu berujung pada penjara bisa jadi menandakan retakan di dalam sistem bank yang dikritik Freire ini. Artinya posisi subyek dan obyek itu sedang dalam guncangan. Bukan karena murid memberontak. Tapi karena sumber-sumber pembentuk kesadaran dan nilai lama makin sering digugat dan rentan dalam benturan.Â
Guru tidak lagi menjadi "acuan moral utama" karena, bisa jadi, ekspansi "kebudayaan televisi" telah membuat murid memiliki preferensi lain. Â Pada saat bersamaan, negara berlaku protektif terhadap anak dengan menyiapkan "alat-alat represifnya" seperti undang-undang dan kepolisian, sehingga terkesan menjadi guru sekarang jauh lebih hati-hati dibanding hakim.Â
Sementara, barangkali di kesadaran anak didik, sekolah dan keluarga bukan satu-satunya rujukan apa yang baik dan buruk. Anak-anak sekarang "berdialog dengan banyak nilai" (?) atau menirunya secara serta merta--konsekuensi sebagai tabula rasa--dan mengekspresikan itu di sekolah. Dengan kata lain kenakalan mereka adalah kenakalan yang ditiru dari sesuatu di luar sekolah dan keluarga. Mereka sendiri tidak berpikir peniruan ini adalah sesuatu yang secara moral salah atau dapat mengakibatkan hal-hal yang serius dan berisiko tinggi.
Saya menduga saja. Barangkali metode sistem bank inilah poros masalahnya. Ini mungkin yang perlu diperiksa lagi.Â
Membangun Komunikasi
Untuk keluar dari jerat sistem bank, Freire mengajukan metode hadap masalah (problem posing). Kalau tidak salah ingat, (alm) Romo Mangunwijaya mengembangkan ini di Yogyakarta lewat Dinamika Edukasi Dasar. Saya tidak tahu perkembangannya telah seperti apa. Yang pasti metode Freire ini sangat akrab digunakan oleh pegiat komunitas khususnya di wilayah pedesaan.Â
Metode itu kemudian dikenal juga sebagai model pendidikan atau daur (ulang) pengetahuan orang dewasa. Praktisnya, metode ini percaya jika setiap warga desa memiliki pengetahuan atas lokasi hidupnya darimana dunia makna mereka disusun bersama-sama. Dunia makna bersama inilah yang menjadi modal dalam memaknai situasi hidupnya secara lebih kritis dan merencanakan perubahan ke arah lebih baik secara bersama-sama.
Situasinya jelas berbeda dengan kehidupan di dalam sekolah terlebih sekolah untuk anak-anak. Namun, walau kelihatan dimensinya kecil, sejatinya sekolah adalah unit yang terikat juga pada sistem budaya, ekonomi dan politik. Ada faktor-faktor non sekolah yang harus dianggap memengaruhi bukan?