“Mengapa kau terdiam di bagian politisi? Apakah kau belum menemukan gambaran tentang peran ini?” tanya salah satu rekannya.
“Eeehmm..begini,”potong si siswa.
“Politisi...mereka ini sangat susah ditebak. Mungkin hanya Tuhan yang tahu apa yang tersimpan di setiap rencana mereka. Tiba-tiba seolah bertengkar, tiba-tiba sudah berkawan mesra. Yang tambah bikin bingung saya, kadang-kadang jadi puitis kayak sastrawan ketika hatinya sedang kasmaran. Sesekali terlihat logis dan kaku ketika sedang ada polemik yang menyedot perhatian publik selayaknya ilmuwan. Lantas mereka bisa tetiba sebijak filosof ketika masuk musim pemilu. Dan bisa mendadak birokrat yang buruk ketika seenak perut menggunakan fasilitas kekuasaan. Makanya saya bingung...politisi ini jenis manusia apa ya?” tanyanya kemudian.
“Kita jadi politisi saja semua kalau begitu.” Jawab rekan-rekannya kompak.
“Haaaaaaa...???”
#Gubraaaak
Demikian akhir dari presentasi si siswa. Keputusan memilih menjadi politisi secara kompak menjadi pertanda jika mereka bermimpi bisa menjadi siapa saja dalam pada satu tubuh yang sama sekaligus boleh menggunakan jalan apa saja untuk mencapainya. Ngeri.
Selamat menjalankan Ibadah Puasa.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H