Our countermeasures always remain the same: organisation, intensitity, desire and sacrifice – Antonio Conte
Dalam masa pemulihan kesedihan karena kegagalan Argentina menjuarai Copa America 2016, saya justru harus menyediakan setengah hati lagi jika Italia kalah melawan Spanyol. Alhamdulillah, itu tidak terjadi. Conte dan pasukan Gli Azzurri yang diremehkan karena minim bintang sejak pembukaan turnamen menolak diremukan Spanyol untuk kedua kali. Conte menolak sikap inferior sebelum pertandingan sesungguhnya selesai.
Ketika babak pertama dimulai, saya melihat Gli Azzurri yang bermain terbuka, berani mengambil inisiatif dan menekan. Saat bersamaan filosofi catenaccio yang menjadi identitas tim pun bekerja dengan baik. Walhasil, tiqui taca mati kutu. Paling kurang, tidak berkembang. Trio kreatif Fabregas-Iniesta-Silva seperti mati akal. Dan menit ke 33 petaka menghampiri gawang De Gea. Chiellini yang melakukannya memanfaatkan bole rebound. 1:0. #ForzaAzzurri!
Saya berteriak seorang diri seperti manusia kesurupan di depan tivi kantor. Dua kawan yang sebelum pertandingan begitu jumawa terdiam. Untung saja saya bukan pendukung Russia dan mereka juga bukan pendukung tim ayam sayur berjuluk Tiga Singa, jadi tidak ada kerusuhan yang ganjil, uupps.
Di linimasa akun twitter pun sama. Saya menulis Goooooooolll. Maklum saja, saya melepas cemas yang terus bertahan. Ini Spanyol Bung, main terbuka melawan mereka bisa sangat berbahaya. Italia era Prandelli sudah merasakan sakitnya dibantai 4:0 saat itu.
Babak pertama selesai. Saya merasakan degup jantung yang berdetak cepat. Seolah saja sedang menanti jawab atas lamaran hati pada pujaan hati. Untuk meredakannya, saya masuk ke kamar dan mendengarkan Speak Softly Love-nya Andy Williams sambil mengeang rupa Monica Belluci.
Babak kedua sudah berjalan sekitar 50an menit, saya baru memutuskan keluar dari kamar. Degup jantung kembali kencang, tegang pakai cemas. Dua kawan itu sudah mencapai titik kesal. Dekat dengan putus asa.
Rupanya taktik bermain efisien dan efektif Conte yang berakar pada organisasi, intensitas, hasrat bertarung dan pengorbanan belum surut. Memang ada tanda-tanda lini tengah mulai kedodoran dikepung agresivitas Spanyol. Tapi dibelakang, trio BBC+B: Bonucci, Barzagli dan Chiellini beserta Buffon tetap tampil tenang juga menenangkan. Conte sendiri—yang disebut Marcello Lippi pemilik “emosi yang kompetitif”—terus berdiri dan berteriak sepanjang pertandingan.
Saya melihat waktu, sudah masuk injury time. Tambahan waktu 4 menit. Ah, kutu kampret nih official pertandingan, kelamaan. Conte juga sudah memasukan Darmian, bek kanan MU, dan Insigne, pengedor muda milik Napoli. Waduh, Conte tetap bermain dengan taktik keseimbangan bertahan-menyerang. Oke deh Om Conte, sa percaya ko!
Benar saja. Spanyol terlihat makin panik dalam mengepung total pertahan Italia. Pedro sudah pula dimasukan. Sayang sekali, del Bosque salah membaca situasi. Datanglah petaka kedua, serangan balik khas Italia berhasil dikonversi gol oleh Pelle. 2:0. Injury time berdarah. Spanyol seketika lesu darah.
Ini baru Italia, inilah tim Conte!