Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kritik Diri di Hari Bumi

22 April 2016   23:55 Diperbarui: 23 April 2016   09:47 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam era sekarang, puncak dari kerja bukan lagi produksi (menghasilkan) tapi konsumsi (menghabiskan) sebagaimana kelihatan dari gaya hidup kelas menengah. Ringkasnya, kerja menjadi orang kaya agar belanja kemana suka-suka mengajak.

Bukankah hubungan yang seperti ini menunjukkan ada pertentangan nilai? Apa bukan masalah 'tuh? Iikh, banyak banget bertanyanya.  

Pertentangan nilai antara kerja sebagai produksi dengan perayaan konsumsi ini pernah dibongkar Daniel Bell. Bell, sosiolog Amerika yang dikenal dalam tesisnya ‘The End of Ideology” (1960). Kalau ada yang baru tahu ini berarti kabar Bell terkenal tidak seterkenal Dian Sastro di Indonesia, hue hue.

Bell dalam buku Pertentangan Budaya dalam Kapitalisme (The Cultural Contradictions of Capitalism, 1976) menunjukkan pertentangan nilai atau prinsip kerja seperti gambar di atas; pertentangan yang berakar pada sains, teknologi dan kapitalisme. Bell berangkat dari pengertian tua tentang kerja sebagaimana ditekankan agama di atas. Bedanya Bell memberi konteks sejarahnya dengan lebih tajam.

Eh, bentar coi, itu tahun terbit bukunya Bell sudah tua juga ya? Slow prend, saya baru membaca tafsir atas buku Bell yang ditulis Hikmat Budiman, terbitnya tahun 1999. Begini kurang lebih ceritanya yang saya ingat dari tafsir Hikmat Budiman itu.

Dalam perkembangan sejarahnya, kerja dalam masyarakat kapitalisme awal khususnya, adalah bagian dari panggilan (calling) kepada manusia untuk menjalankan perintah Sang Maha Pencipta. 

Kerja adalah bagian dari perbuatan amal, penebusan dosa. Namun seiring peradaban politik dan ekonomi makin berkembang, makna kerja perlahan bergeser.

Kerja bukan saja sarana pemenuhan kebutuhan tetapi juga sudah menjadi perayaan keinginan. Kerja yang seharusnya membuat manusia menahan dirinya karena konsep disiplin pada nilai-nilai produktif ternyata bergeser menjadi perayaan konsumsi.

Bagaimana bisa?

Karena kerja yang menerapkan disiplin pada prinsip efektif-efisien dalam ranah ekonomi mampu mendorong kekayaan dan keberlimpahan. Ternyata taat pada prinsip efektif-efisien yang melahirkan kekayaan pada ruang batin manusia modern saat bersamaan menumpuk sejenis stress yang meminta dilepaskan pada kondisi berlimpah. 

Maka dimulailah kelahiran kembali hedonisme-material. Demikian kurang lebihnya maksud Daniel Bell dalam tesisnya itu. Sekali lagi, kalau saya tidak salah ingat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun