Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Membaca Nasihat dari Kung Fu Panda 3

17 April 2016   15:51 Diperbarui: 18 April 2016   07:15 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi Kungfu Panda. Sumber: Nyoozee.com"][/caption]Kung Fu Panda adalah film animasi yang berkisah seekor panda yang “terbuang” dari keluarganya karena ambisi kekuasaan yang bengis. Panda terbuang yang bernama Po kemudian dipelihara seekor bebek yang juga ahli memasak. Hingga kemudian Po bertemu maestro kung fu, Guru Oogway, yang ilmu sudah mencapai tahap paripurna.

Oleh keparipurnaan ilmunya, Guru Oogway mampu melihat kekuatan tersembunyi dalam tubuh tambun Po yang gemar makan. Ia melihat dalam diri Po kekuatan ksatria Naga. 

Guru Oogway kemudian mangkat dan hidup dalam keabadian sementara ketertiban dan kedamaian dunia diserahkan pada Po dan teman-temannya yang digembleng oleh Syifu, sang tikus.

Dalam kung fu Panda 3, kita akan menyaksikan pertarungan Po dalam tugasnya menjaga kedamaian dunia fana (tentulah dunia hewan-hewan) dari kemusnahan oleh ambisi megalomaniak yang membuat Po terbuang dari kumpulannya, keluarga Panda. 

Bedanya pertarungan kali ini bukan dengan kekuasaan yang ambisius tapi menghadapi dendam lama yang datang dari alam baka. Dendam tersebut adalah dendam yang tumbuh dalam jiwa Kai, maestro kung fu berjenis Banteng yang dikalahkan Guru Oogway, jenis kura-kura, sekitar 500 tahun lalu. Kai datang dari alam baka dan berkehendak mengambil chi Po untuk menyempurnakan ilmu kung funya.

Siapakah yang menang? Tentu saja sang jagon, si Pendekar Naga, Po. Karena itu jangan menebak ending cerita. 

Lalu apa yang menarik dari film animasi yang pengisi suaranya melibatkan Angelina Jolie dan Jackie Chan ini? Saya membaca film ini dan melihat nasehat Lao Tse (570-470 SM), filsuf Tiongkok yang meletakkan dasar ajaran Taoisme. Inilah sisi yang menarik itu.

Eeiits, sabar coi. Sebelum melihat nasehat Lao Tse, mari kita urai sebentar ringkasan ceritanya.

Dalam kung fu Panda 3, Po yang berpisah demikian lama dengan ayahnya akhirnya dipertemukan kembali. Ayahnya kemudian mengajak kembali ke perkampungan Panda yang disangka sudah punah oleh Po. 

Po dibawa kembali menggali akar kulturalnya yang lama tercerabut hingga menciptakan bolong dalam ruang batin. Terlebih ketika Po diberitahu jika ia harus memiliki ilmu mengelola chi agar boleh menghancurkan keberingasan Kai.

Perkampungan Panda adalah perkampungan yang warganya merawat kebersamaan dengan hari-hari dengan persaudaraan nan ceria, khususnya di meja makan. Letaknya pun di puncak bukit dan jauh dari kuil yang menjaga pewarisan tradisi bela diri tertentu. 

Ada anak-anak yang senang berguling di bukit, senang melontar dirinya, juga bermain permainan sejenis sepak takraw. Singkat kata perkampungan panda tidak memiliki tradisi beladiri yang mengakar selain kebersamaan dan kegembiraan bermain bersama.

Sementara Po mengisi kembali penggalan bolong dalam karakternya dengan memasukkan kebiasaan hidup Panda ke dalam laku harian dan juga menanti kesempatan untuk memperoleh ilmu mengelola chi, Kai makin jumawa dengan menghancurkan guru-guru kung fu di daratan Tiongkok. 

Termasuk Syifu dan beberapa teman Po yang dibuat menjadi giok hijau lantas dijadikan “pasukan zombie” yang dikendalikan Kai. Yang tersisa hanyalah Tigress, harimau betina, yang kemudian berhasil datang menemui Po untuk menyampaikan kabar buruk: Kai sudah makin dekat.

Apa yang dirasakan Po?

Panik, pasti dong. Makin panik lagi ketika mengetahui kebenaran bahwa ayahnya tidak memiliki ilmu mengelola chi seperti yang diharapkan. Kabar buruk lain yang makin mencemaskan Po ketika kedatangan Kai yang makin dekat ia merasa seorang diri saja.

Dalam paniknya itu, Po menemukan rahasia di balik tubuh tambun panda dan kesenangan mereka gembira dalam permainan. Po melihat kebersamaan dan kegembiraan bermain adalah potensi juga dasar yang baik. 

Hanya membutuhkan sedikit sentuhan kung fu dan membuat mereka menjadi barikade petarung panda yang tangguh. Sentuhan yang juga membutuhkan sedikit kesungguhan latihan, kebersamaan dan nyali untuk menghadapi ancaman kehancuran.

Dan Po berhasil dalam batas tertentu memberikan sentuhan tersebut. Ia berhasil membuat perkumpulan panda menjadi figur-figur berani yang menghadang kehancuran yang dibawa Kai. Apakah mereka menang?

Tidak, mereka kalah karena memang bukan prajurit yang setiap hari melatih kemampuan membunuh. Sama juga mereka bukan murid padepokan yang berlatih setiap hari demi menjaga keberlangsungan tradisi bela diri tertentu. Pada akhirnya Po-lah yang harus menghadapi Kai dalam pertarungan satu lawan satu di alam baka.

Di pertarungan alam baka, Po hampir menemui senjakalanya. Tubuhnya hampir dibuat menjadi beku dan chi-nya terus disedot Kai sebagaimana yang sudah terjadi pada Guru Oogway, Syifu dan teman-teman seperguruan yang lain. 

Ketika jasadnya hampir menjadi beku dalam giok hijau, ayahnya di dunia fana menghimpun saudara sepandanya, melakukan meditasi serta mengirim chi mereka ke tubuh Po. Kiriman chi kolektif inilah yang membebaskan Po hingga membuatnya mengalami fase transformasi kesaktian dan berbalik menghantam Kai.

Melihat nasihat Lao Tse

Penglihatan Po terhadap potensi tersembunyi dalam saudara-saudara pandanya sebagaimana dahulu dilihat Guru Oogway dalam dirinya mengingatkan pada pesan tua Lao Tse.

Datanglah kepada rakyat, hiduplah bersama mereka, belajarlah dari mereka, cintailah mereka, mulailah dari apa yang mereka tahu, bangunlah dari yang mereka punya, tetapi pendamping yang baik adalah ketika pekerjaan selesai dan tugas dirampungkan, rakyat berkata, kami sendirilah yang mengerjakannya.

Nasehat ini memang secara terang ditujukan untuk pendamping desa atau mereka yang bekerja dengan warga desa, khususnya mereka yang disingkirkan oleh pembangunan. 

Tapi saya lebih baik tidak membahas pendamping desa yang kemarin sempat menjadi isu politik elit sehingga kehilangan esensinya. Sama juga, tidak membahas idoelogi dan model-model pembangunan yang menghancurkan masyarakat.

Dari nasehat ini, salah satu pesan yang dititipkan adalah banyak manusia yang suka memahami manusia lain dalam citra dirinya sendiri. Termasuk juga citra mimpi (ideal) yang dikehendaki diri sendiri. Dengan begitu, ketika berhadapan dengan tuntutan perubahan, entah mencemaskan atau tidak, yang tergambar mula-mula adalah apa apa yang dibayangkan diri sendiri. Selebihnya orang lain hanyalah pikiran-pikiran yang dipandang tidak paham gerak perubahan tersebut. Arti kata lain, orang-orang selain kita hanyalah mobilisan, bukan partisipan yang menyambut dengan sadar tantangan perubahan tersebut.

Po dalam kung fu Panda 3 juga menunjukan dilema diri seperti di atas. Keterlambatan dirinya melihat potensi atau kekuatan tersembunyi saudaranya adalah karena ia berfokus pada apa yang menjadi citra dirinya. Ia terlalu berfokus pada mencari ilmu mengelola chi dan gambaran diri bahwa hanya dirinyalah satu-satunya yang mampu menyelamatkan kehidupan. Ia seperti menganggap sepi tak bermanfaat kehadiran jiwa-jiwa yang lain.

Po akhirnya tersadarkan sesudah kondisi makin mendesak. Ia kemudian mengelola kekuatan tersembunyi dalam kegembiraan bermain dengan memberikan sedikit sentuhan saja. 

Persoalannya bukan menang atau kalah (hasil). Yang menjadi ukuran adalah kesediaan sadar banyak orang untuk terlibat secara sungguh dalam menghadapi situasi perubahan, termasuk yang mencemaskan. Yang utama adalah prosesnya, kata Tan Malaka.

Nasehat kedua, keterlibatan bersama secara sadar ini juga bisa kita maknai sebagai pelibatan secara terorganisasi. Organisasi jangan dibayangkan adanya nama organisasi, pengurus dan ketua serta SK. 

Tapi yang dimaksud adalah setiap orang yang terlibat memahami posisi, fungsi, serta konsekuensi kewajiban yang ditanggungnya. Selain juga secara sadar memahami dirinya tidak menghadapi situasi tanpa kepemimpinan, tidak sebagai unit yang lepas sendiri-sendiri. Dengan kata lain setiap orang memposisikan dirinya sebagai subyek dalam perubahan.

Dan nasehat tambahannya adalah jangan membaca kisah Po sebagai hero serupa Superman atau Spiderman. Dalam tubuh Po, narasi yang hendak dipesankan adalah kisah yang mirip dengan "keheroan Asterix". Ada ulasan yang asik sekali tentang sosok Asterix pernah ditulis Goenawan Mohamad (GM). 

Kata GM begini, Asterix berbeda dari para superhero produk Amerika. Superman, Batman, apalagi Captain America, adalah pendekar yang terlampau serius dengan kepahlawanan mereka sendiri. Para penciptanya mengkhayalkan manusia yang serba dahsyat—seperti para penggambar itu belum pernah kecewa dalam mempercayai sesuatu dan memuja sesuatu.

Artinya pada Asterix yang melawan imperium Romawi dalam narasi René Goscinny dan Albert Uderzo, tidak ada tampang ganteng atau karakter pribadi yang kharismatik adimanusiawi. Sama juga, yang banyak kita temui dalam Po adalah penyimpangan dari karakter dominan superhero produk Amerika sebagaimana keterangan GM. 

Singkat kata, siapa saja bisa menjadi "hero" sejauh ia memahami dirinya sebagai subyek atau diberikan kesempatan menjadi subyek bersama subyek-subyek lain dalam hidup bersama. Tidakkah begitu, cooi?

Kung fu Panda 3 bukan sekadar kisah dunia binatang, bagi saya.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun