Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Gelora Aktivisme yang Sakit

14 April 2016   08:55 Diperbarui: 15 April 2016   16:13 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber: shockmd.com"][/caption]Seorang pemuda aktivis yang hiperaktif menjadi pembicara di pertemuan-pertemuan mahasiswa harus terkapar karena sakit. Sakit yang membuatnya wajib melewati perawatan khusus rumah sakit. Karena perantau dan jomblo, ia harus melewati perawatan itu seorang diri. Tanpa ibu dan bapak dan tanpa kekasih, pediiih. Sedang teman-teman seorganisasi ternyata tidak cukup bisa menemani setiap hari.

Sesudah dirawat tiga hari pertama, datanglah dokter memeriksa. Rutinitas kontrol harian.

“Selamat pagi pemuda aktivis, apa kabarmu pagi ini?” sapa dokter sambil tersenyum memamerkan deretan giginya yang terbiasa pura-pura peduli.

”Terima kasih atas kesempatan yang diberikan, Dok. Pertama-tama, saya ingin menyampaikan ucapan syukur karena dalam keadaan sakit yang seperti ini saya masih diberikan kesempatan untuk menyampaikan beberapa hal mendasar tentang perkembangan penyakit yang mendera.”

(Dokter tertegun)

“Saya kira yang perlu digarisbawahi adalah sakit ini merupakan akibat yang harus saya terima karena kelebihan aktivitas tubuh yang ringkih. Pada saat bersamaan, dalam tubuh ringkih tersebut, terkandung hati yang rapuh, lemah dan sesekali ditikam jenuh,” lanjut si pemuda aktivis.

Suasana kamar rawat inap menjadi hening yang sesak. Alis dan kerutan di kening mulai menyatu pada jenong jidat dua orang suster yang menemani dokter. Dokter sendiri menunjukan tanda tanya yang makin besar di dalam matanya: ini anak kenapa?

“Eheem. Saya lanjutkan...(sambil menghirup napas dalam-dalam)...dalam kombinasi jumpa aktivitas berlebih dan hati yang letih itulah maka kedatangan penyakit adalah niscaya. Sepintas kondisi niscaya ini terlihat lebih simple dari meramal gerak sejarah dan manusia terakhir, the end of history and the last man-nya Francis Fukuyama atau Clash Civilization-Huntington. Tapi sesungguhnya tidaklah sedemikian sederhananya.”

[kerutan di alis dan kening suster makin gak karu-karuan wahai pembaca. Sejenis kerutan gak karuan yang bahkan tidak pernah terlihat di kening penguasa yang sedang terancam penggulingan. Tanda tanya di mata dokter makin besar dan tidak berbentuk...seraaaam)

So, di manakah letak ketaksederhanaan itu? Adakah di antara Anda yang bisa membantu menjelaskan pada kita semua?”

[Lebaay, hanya berempat juga]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun