Saya harus mengenang baik-baik film yang sudah ditonton lalu mencari tilikan faktualnya pada pengalaman sehari-hari. Sesudah itu, masih harus melewati proses memadatkan tafsir atas film tersebut kepada sistem bahasa puisi. Karena lemah pada jenis yang liris, saya selalu mengikuti gaya JokPin saja. Konsekuensinya saya harus bisa menjaga tafsir makna atas film kedalam bahasa puitis gaya JokPin yang gemar dengan tubuh, peristiwa harian, ironi, tragedi dan humor. Saya tidak yakin ini berhasil, yang jelas ini asiik sekali.
Dalam pengalaman praktis yang sama saya juga jadi belajar pada rangkai pengalaman sendiri manakala menyambut gembira ajakan untuk mencoba tantangan baru FF 200 kata yang terinspirasi puisi misalnya. Menyusun cerpen mini 200 kata jelas tidak mudah karena bukan saja harus memadatkan ide dalam kata yang terbatas agar runtut dan “logis” serta menghentak kesaksian. Saat yang bersamaan pemakaan terhadap puisi tak boleh kabur dari ingatan. Seru.
Salah satu yang mungkin banyak tidak disadari FF 200 kata bisa mengajak pembacanya menafsir sendiri kalimat-kalimat efisien itu. Ini pernah terjadi pada salah satu karya FF 200 kata saya yang dibaca Prof. Pebrianov. Prof yang satu ini memang doyan tidak pakai celana, saking doyannya, ia boleh membaca yang tersembunyi di balik isi celana. Celeguk!
Jadi secara umum bisa dikatakan rangkaian berolah fiksi ini juga memaksa saya mengalami penataan diri dalam menulis. Penataan yang bersetubuh dengan kegemaran saya melakukan eksperimen. Mencoba bentuk ini, bentuk itu, tidak ada yang orisinil. Kalau pun salah, hajar saja dulu. Karena pencapaian makna hakiki hidup tidak dalam sekali dua kali tersungkur.
Padat kata, panggilan belajar dalam menulis adalah juga panggilan untuk menjaga maksimalitas kerja akal-rasa, mata dan jemari. Akal akan bekerja untuk menyusun ide dalam dunia kata-kata, rasa menyuling getar emosi ke dalam kata, sementara dua yang lain bekerja mewujudkannya menjadi narasi yang bisa dibaca. Sungguh petualangan esoteris yang nikmat, maat.
Dus, hakikat saling membesarkan dalam rangkain event HUT Perdana RTC yang saya maksudkan tidak infantile adalah proses bergiat-olah-saji kata dan makna dengan gembira ria dan pada saat bersamaan sedang menggunakan akal, rasa dan karsa sebagai sebaik-baiknya anugrah penciptaan.
Begitulah kurang lebih sedikit kisah di balik pelibatan diri ke dalam rangkaian event fiksi. Maaf bila banyak salah-salahnya. Sekali lagi, selamat merayakan ulang tahun perdana Rumpies The Club. Semoga selalu menginspirasi dalam kegembiraan merayakan kata dan makna di Rumah Fiksiana.
Terimakasih.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H