Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

[Membaca Lagu] Tentang Kesaksian

31 Maret 2016   02:24 Diperbarui: 31 Maret 2016   12:48 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sistem yang bekerja untuk menjaga keberlimpahan dari kelompok tertentu tidak selalu mudah terbaca seperti membaca berita koran atau laporan resmi statistik. Untuk memahami pembentukan sistem seperti ini, tak jarang kita harus masuk ke ragam pikiran dalam school of thought tertentu agar dapat menemukan sudut pandang dan membenamkan diri dalam riset demi membuktikan kesesuaian sudut pandang tersebut. Tapi ini saja tidak cukup sebab ia masihlah bekerja pada tataran permenungan. Masih dalam level menafsir, belum cukup.

Demikian juga dalam Kesaksian, WS. Rendra tidak membiarkan orang-orang kalah yang dihina ini sendiri dalam fatalisme mereka. Rendra mendorong satu ajakan, meminta sebentuk sikap bersama:

Lagu ini jeritan jiwa hidup bersama harus dijaga. Lagu ini harapan sukma hidup yang layak arus dibela!

Menjalani hidup yang layak adalah cita-cita manusia merdeka, selain kebebasan yang dipikirkan pada pendiri republik. Tanpa hidup layak, kita tidak bisa memiliki mimpi yang besar. Termasuk juga, dalam hidup yang tidak layak, sangat bisa jadi kita memiliki peluang yang kecil untuk memutus mata rantai kesengsaraan. Oleh dari itu, hidup yang layak adalah hidup yang memanusiakan manusia, wajib dibela dan perjuangkan. 

Karena itu juga, mendengar lagu ini akan terasa seperti sedang mendengar pamflet politik yang dibacakan dengan nada sendu. Pamflet politik yang pernah ada dalam zaman revolusi kemerdekaan yang meramaikan vergadering lantas dibacakan lagi pada sebuah era dimana tuan-tuan kolonial telah pulang kampung namun sistem yang menopang kuasa praktik kolonialisme masih kenyal lagi liat.

Kesaksian sepertinya dibuat oleh kesadaran post-kolonial paradigm: kesadaran yang mengajak secara kritis memeriksa kembali situasi hidup hari ini dalam kecurigaan bahwa sistem dan praktik yang berlangsung masihlah dalam warisan kolonialisme.

Ada benarnya kata-kata E. Y. Harburg yang menjadi pembuka tulisan ini. Dan, saya rasa, di tengah hiruk pikuk politik pun gonjang-ganjing intrik elit yang memenuhi berita media massa dengan omong kosong setiap hari sehingga lambat laun menjadi tontonan yang banal, sepertinya kita butuh mendengar lagu yang mengingatkan hidup mereka yang malang, mudah terjerumus fatalisme dan dihinakan. Dengan begitu kita mungkin bisa terus waspada terhadap bahaya dari banality of politics.

Kesaksian Kantata Takwa adalah salah satu yang mungkin membantu.

Salam dini hari.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun