[caption caption="Sungai | dok pribadi"][/caption]Kita adalah air di arus waktu. Terombang-ambing
Sesekali tenang, sering kali bergelombang. Sesekali sederas gerimis, seketika sudah sederas banjir: bertabrakan, lantas kembali tenang. Lekas sekali menjadi kotor, setengah mati kembali bersih. Menolak sepi dan hening, gemar pada bergemuruh yang menggulung. Tak tahu lagi membasuh sejuk, lebih senang mendidih oleh nyala api berkali-kali
Kita adalah air dalam gerak ruang. Terhuyung-huyung
Sukar sekali menjumpai diri kita yang bening. Sering kali melayani diri kita yang kabur. Sekali saat merelakan diri kita yang meniru bayangan benda lain, sekali waktu membiar diri sewujud comberan, pekat dan busuk.Â
Dalam ombang-ambing terhuyung-huyung ruang dan waktu, kita mengalir. Memilih dan menjalani.
Kitalah yang memilih menjadi air pada keruk hutan atau selokan pada punggung kota yang sesak. Kita yang memilih membasuh resah atau menjadi didih yang meremukkan daging dan tulang.
Kita hanyalah air, ketika bumi mati kita kembali.Â
Â
[2016, dari atas perahu di DAS Mentaya, Sampit]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H