Atau, kalau kematian bisa dibikin sementara saja, Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Tan Malaka bisa hidup lagi dan berkiprah di barisan depan dinamika politik? Mereka membuat generasi politisi hari ini tahu diri jika politik hari ini sarat dihidupi dari pikiran-pikiran sempit miskin visi lemah karakter tapi sangat ambisius dalam perebutan kekuasaan?
Saya kira pertanyaan ini bukan sekedar ungkapan khayal-imajiner si penulis naskah film. Pertanyaan ini selalu faktual, bukan saja logis. Logis dan faktual, jangan dulu campurkan dengan kontradiksi etis pun moral.
Mari kembali pada pertanyaan: kalau kehidupan sementara, mengapa kematian tidak bisa dibuat sama hukumnya?
Dalam film tersebut, Victor dan Igor, pemuda cerdas yang sempat terbuang dalam kehidupan sirkus, berhasil menghidupkan simpanse. Keberhasilan ini hanyalah permulaan, pintu masuk untuk kehendak yang lebih “gila” lagi. Rasa ingin tahu dalam skalanya yang luar biasa membawa Victor pada ujicoba menghidupkan manusia. Victor ini mengambil tahta Tuhan.
Secara simbolik, ia menyebut manusia ciptaannya sebagai Prometheus. Prometehus adalah dewa yang mencuri api Zeus dan memberikannya pada manusia. Api adalah tanda pencerahan, pengetahuan yang benar. Karena itu yang dilakukan Prometehus adalah emansipasi manusia dari kebodohan dan “kuasa langit istana Zeus”. Prometheus kemudian menjalani hukuman hatinya yang selalu dipatuki burung gagak setiap hari namun hatinya terus tumbuh.
Prometheus ciptaan Victor berbadan besar dengan dua jantung dan hati. Jadi dua kali lipatnya manusia. Dengan intervensi teknologi yang mengonversi listrik dari petir, manusia ciptaan manusia ini bisa hidup. Sayang disayang, Prometheus tidak bisa dikendalikan. Manusia ciptaan ini menjadi penghancur yang liar seperti petir yang mengamuk.
Victor dan Igor pun harus membunuh ciptaan mereka sendiri. Victor tidak pernah bisa menjadi tuhan yang baru. Ia gagal menentang kuasa penciptaan. Ia bisa melahirkan jasad tapi tidak bisa menciptakan akal dan rasa pada Promethus.
Silahkan dinonton sendiri film Victor Frankeinsten bila penasaran.
Tiga Peringatan
Saya memperoleh tiga peringatan sesudah menonton film bagus ini. Peringatan tentang pergulatan manusia dalam kekinian ruang dan waktu.
Pertama, tidakkah dalam hidup hari ini, rasa ingin tahu dan keseriusan yang gila seperti Victor, memang ada dan sedang melaksanakan eksperimennya di ruang dingin laboratorium? Mungkin saja begitu karena penciptaan progresif robot yang bisa menjadi pelayan (bahkan untuk urusan seksual) dan sebagai pasukan perang itu sebuah tahap antara sebelum kulit dan isinya dari kabel dan rakitan komponen elektrik lalu berganti daging hati dan jantung?