Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[HUT RTC] Kepadamu, Laut

4 Maret 2016   06:35 Diperbarui: 4 Maret 2016   07:23 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Minggu pertama: terinspirasi puisi

 

Dari atas kapal, pelabuhan lengang di bawah sana.

“Kenangan dan rindu memaksa pulang ke rumah. Di pelabuhan, sepi menyambut. Rindu apa yang bertahan di sini?”

Aku tidak menjawab tanyamu. Biar saja ia lepas, bergumpal menjadi asin basah di bibirmu. Asin gelisah yang kelak akan kering sendiri. Kuputar pandang, sepi itu bukan milik pelabuhan semata. Sepi telah memiliki seluruh pesisir pantai ini.

Tak ada lagi perahu, tak lagi ada kulit legam berkeringat yang memikul jala dan dayung bersama langkah yang mantap. Laut seperti lukisan purba, pernah ada lalu musnah di bawah terik matahari kekinian. Kitab-kitab lantas menulisnya dalam lemari lupa museum kota. Tidak ada lagi sejarah.

“Kak..kau tak merasa percuma?”

Hidup telah jauh berjalan, laut telah ditimbun. Pembangunan menanam mall, ruko, cafe, salon kecantikan, dan distro yang gelisah. Keturunan nelayan menjadi karyawan dan satpam, atau buruh sampah yang hilir mudik mencari bertahan pada pembangunan yang menanam belanja di tempat tidur mereka. Laut kini lebih sunyi dari pemakaman. Kebanggaan manusia laut mati di dalam mall, cathedral of consumerism.

“Dik, buanglah gundah. Di pelabuhan yang kita tinggal kemarin, katedral serupa telah lama mengasingkan rindu kita. Kita tak punya lagi pelabuhan. Kita kembali untuk mengenang rindu asing itu.”

Di kepalaku, kulihat Amir Hamzah menangis.

***

Terinspirasi dari puisi Amir Hamzah,

Di tepi pantai
Ombak berderai di tepi pantai,
Angin berembus lemah-lembut.
Puncak kelapa melambai-lambai,
di ruang angkasa awan bertabut.

Burung terbang melayang-layang,
serunai berlagu alangkah terang.
Bersuka raya bersenang-senang,
lautan haru hijau terbentang.

Asap kapal bergumpal-gumpal,
melayari tasik, Jawa segara.
Duduklah beta berhati kesal,
melihat perahu menuju Samudera.

Pikiranku melayang entah ke mana,
sekali ke Timur sekali ke Utara.
Mataku memandang jauh ke sana,
lampaulah air dengan udara.

Pikiran nan lama datang kembali,
menggoda kalbu menyusahkan hati.
Mengingatkan untung tiada seperti,
ke manakah nasib membawa diri.

Ombak mengempas di atas batu,
bayu merayu menyeri-nyeri.
Riak riuhnya mendatangkan rindu,
terkenangkan tuan aduhai, puteri.

(Hamzah 1930)

Puisi ini bisa dibaca disini

Karya kedua ini diikutsertakan untuk memeriahkan HUT perdana Rumpies The Club

[caption caption="logo"][/caption]

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun