Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Film Room, Dialog Kesadaran dan Kehendak Kembali Manusia

1 Februari 2016   11:01 Diperbarui: 1 Februari 2016   15:29 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

You can watch the movie and focus on the kidnapping and the crime story or you can see it as a story of love and freedom and perseverance and that it feels like to grow up and become your own person - Brie Larson tentang Room seperti dikutip dari sini.

***

Brie Larson meraih penghargaan Best Actress in a motion-picture drama lewat film Room (2016) pada Golden Globe Award 2016. Aktris yang memulai karir seni akting dari latar belakang penyanyi ini berhasil menyingkirkan Saoirse Ronan (Brooklyn), Cate Blanchet (Carol), Rooney Mara (Carol), dan Alicia Vikander. Aktris bernama lengkap Brianne Sidonie Desaulniers ini bukanlah aktris dengan keterlibatan peran dalam film atau serial tv yang sudah bejibun. Sebisa yang saya telusuri, baru sekitar 17 tantangan peran yang dia lakonkan. 

Dari daftar peran yang masih sedikit itu, wanita kelahiran 1 Oktober 1989 ini menunjukan kematangan aktingnya. Dalam Room, Brie Larson memainkan peran ibu itu secara natural dan “emosional”, ia memang berhasil memikat para juri, apalagi cuma seorang S. Aji, heu heu heu!

Tapi saya tidak bicara sosok Brie, siapa dia, sudah punya kekasih atau belum, tipe cowok ideal dia kayak apa. Saya mau bicara film Room.

Seperti apakah alur film Room itu?

Silahkan digoogling saja, sudah banyak sekali informasi tentang film ini, secara, kan menang penghargaan. Berbeda dengan Diablo, yang kemarin saya bahas itu, catatan atasnya masih sangat terbatas di mesin pencari google [promosi dikit boleh dong, weks].

Ketika melihat film Room, kesan pertama adalah rasa sesak, melihat ruangan kecil dimana tempat tidur, dapur, bak mandi, lemari, meja makan dan televisi berkumpul di satu tempat. Pikiran tiba-tiba mentok membayangkan setiap hari berjumpa dengan dunia benda yang itu-itu saja. Sesak nafas dan buntu akal, begitulah pembukaannya.

Lalu saya mencoba melihat sisi yang mungkin sedang dititipkan secara implisit oleh si sutradara. Beginilah kira-kira yang saya lihat. Tentu saja yang terlihat adalah apa yang ingin saya lihat, karena begitulah "paradigma bekerja" bukan?

Catatan Atas Film Room

Room secara dramatik adalah cerita perjuangan seorang ibu muda dalam "menjaga dunia di balik dunia". Maksudnyaa?

Ibu muda bernama Joy ini disekap oleh penculiknya kurang lebih tujuh tahun sejak berumur 17 tahun. Ia kemudian hidup dengan anak lelaki yang aktif dan cerdas, Jack. Joy harus sering mengeja dunia nyata di luar sana pada anak lelaki itu melalui dialog di depan tontonan televisi dan membuat perangkat-perangkat tiruan, seperti ular, tanaman, dll untuk mengenalkan Jack pada dunia yang lebih besar di luar sana. 

Joy memilih tidak menyerah dalam ketersekapan bertahun waktu ini. Ia bertahan dan tetap mengejakan dunia pada Jack sekali pun setiap hari mereka harus bergantung makan juga penerangan dari kebaikan Old Nick, si penculik.

Bagaimanakah cara Joy menjaga "dunia di balik dunia?"

Joy menggunakan metode dialog kesadaran dirinya dengan Jack. Dialog kesadaran yang berhadapan yang real dan yang virtual.

Joy adalah kesadaran yang sudah mengalami yang real dan kemudian tersekap di dalam kamar kecil itu bertahun waktu terpisah dari yang real. Sementara si anak (Jack) mengalami yang real secara terbatas—sejauh tersedia di dalam kamar itu—dan melalui televisi. Pada titik temu “kesadaran inilah”, sebagai Ibu, Joy bertindak mewakili “juru bicara dari yang real” demi menuntun sang Anak untuk mengenali dunia benda-benda, hewan, tumbuhan dan manusia di luar televisi dan ruang tempat mereka berbagi.

Orang boleh melihat posisi anak dalam pengertian John Locke, ibarat kertas putih yang ditulis ibunya. Sehingga peran Ibu menjadi sangat dominan, sebagai juru bicara yang real itu. Namun di dalam Room, kita melihat sebuah dialog tentang yang real berlangsung begitu asik dan emosional seiring perjalanan waktu dan pertumbuhan usia. Si anak bukan lagi kertas putih (tabula rasa) yang bisa dengan mudah diarahkan pengertiannya tentang dunia oleh sang Ibu. Ada beberapa dialog dimana Jack "menggugat" keterangan Joy tentang apa yang real dan virtual.

Puncaknya adalah ketika si Anak mencapai usia lima tahun, lalu sang Ibu menyampaikan fakta bahwa mereka berdua tidak sedang berada dalam dunia yang normal, mereka adalah korban penculikan yang disekap oleh Old Nick. Mereka telah dipisahkan dari dunia yang seharusnya, yang nyata. Mereka harus merancang sebuah aksi pembebasan diri yang memanfaatkan sisi lemah Old Nick, penculik yang lembut hati. Sebelum itu, sang Ibu lebih memilih berbohong dan membiarkan keliaran imajinatif si Anak tumbuh-terbang kemana suka.

Sesudah Jack dipandang telah cukup banyak pengertian atas situasi mereka (tahap kesadarannya sudah mulai maju dan tidak lagi liar secara imajiner-virtual), aksi pembebasan itu dirancang. Dalam bayangan saya, jika bertindak seorang diri, Joy sangat bisa jadi gagal dan tidak pernah bebas. Maka ia membutuhkan taktik yang lebih halus dengan memanfaatkan kelembutan hati Old Nick, yakni merekayasa kondisi kesehatan Jack. Jack dalam setengah kebingungannya juga memainkan peran itu dengan baik, sebuah tanda bahwa secara kesadaran ia ikut terlibat.

Dialog kesadaran antara Ibu dan Anak yang berujung pada rencana pembebasan diri dari sekapan penculik ini bisa kita nikmati sebagai pergerakan dilektis kesadaran dari dua tahap. Dialektika kesadaran yang menolak penyekapan karena membuat mereka “kekurangan kemanusiaannya”: kekurangan pelibatan diri dalam dunia yang real. Kekurangan seperti ini bisa membahayakan arti dan eksistensi manusia sebagai animal symbolicum (yang memaknai dunia dalam sistem simbols) pun homo socius (yang menjalani dunia sebagai makhluk sosial). Ada pun dua tahap itu adalah :

Pertama, tahap yang disebut sosiolog bermazhab fenomenologi sebagai Society in Man, yakni ketika dunia di luar kesadaran dimasukkan ke dalam kesadaran si anak yang masih “sesat pikir”. Pada fase ini, si ibu merupakan wakil, penafsir tunggal, “ukuran penilaian satu-satunya” yang membawa dunia real masuk ke dalam kesadaran Anak.

Kedua, tahap Man in Society, yakni ketika perlahan kesadaran anak yang terus berdialog dengan yang real dan virtual itu mulai mengambil sikapnya, menunjukkan pengertiannya sendiri. Pengertian si anak yang mulai terbentuk ini menunjukkan cara pemaknaan yang sedang menggugat.

Begitulah Room bagi saya, ia adalah sebuah pergulatan manusia atas eksistensinya. Tentang kehendak yang ingin bebas dan menjadi bagian dalam masyarakat. Kehendak yang gelisah dalam ketersekapan ruang dan berjuang untuk kembali menjadi manusia normal. 

Selamat pagi, Salam!

***

Ilustrasi: Photo by George Kraychyk/IMDB

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun