Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Daya Pukau Sinetron dan Permainan Kuasa Tontonan

21 Januari 2016   10:10 Diperbarui: 21 Januari 2016   17:16 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kasus kedua :

Ini belum lama terjadi. Kali ini di desa yang berbeda walau tidak 100% kontras dengan desa pada kasus pertama. Di desa ini, sudah ada jangkauan sinyal dan listrik yang belum merata. Sinetron Ganteng-Ganteng itu sudah tak lagi mendominasi, gantinya Anak Jalanan yang secara materi sudah dikritik Mas Susy Heryawan.

Di rumah sebuah warga, anak-anak duduk ramai depan televisi, menunggu si Boy katanya. Juga beberapa orang tua yang sama dengan anak-anak itu. Bahkan ada yang masih tiga tahun, bicaranya masih lucu menggemaskan, juga menolak ajakan bermain saya karena sebentar lagi si Boy beraksi. Ampuun, sakitnya dicuekin! Betapa si Boy sudah menyedot malam-malam mereka, membuat mereka seperti kekasih yang terlibat LDR dengan para pemain sinetron itu.

Kerumuan kecil itu bubar ketika ayahnya mengambil remote dan mengganti kanal ke tayangan sepakbola, piala Jendral Sudirman. “Nonton saja di rumah nenek,” kata si ayah menyertai gerutuan tertahan anak-anak itu. Sebuah cara mengusir yang halus, hehehe.

Jadi di kasus kedua, daya pukau sinetron kami usir dengan sepakbola (yang sedang mirip-mirip politik juga sih!). Tak ada negoisasi, kepala keluarga menentukan malam ini siapa menguasai apa! Mau melawan, coba saja kalau berani, hihihi.

Pada yang kedua, saya adalah penonton yang tidak ikut secara langsung memutuskan saluran yang mana. Saya tahu situasi menguntungkan, orang dewasa tidak boleh mengalah karena anak-anak yang merujuk, bukan karena timnya kalah.(??)

Apa yang saya baca dari dua kasus, dua pengalaman di atas?

Cerita saya selanjutnya nanti tidak berurusan dengan kiat praktis atau anjuran-anjuran moral baru. Di mana-mana orang cemas, di mana-mana juga ada kampanye untuk tontonan berkualitas, tapi apakah itu semua sukses membunuh sinetron? Tidak, bahkan mengganggu kemapanannya saja gagal.

Yang saya baca begini.

Menggunakan sinetron untuk mengusir politik yang sakit atau menggunakan sepakbola untuk mengusir sinetron yang aneh dari ruang tontonan itu seperti permainan kuasa kecil. Pada yang pertama, sayalah yang mengatur malam ini kita menonton apa. Sedang pada yang kedua, si ayah yang menjadi pusat kuasa, ia yang memutuskan siapa yang berada di depan televisi.

Permainan kuasa seperti ini memang (harus) dihadirkan karena tontonan sinetron juga memainkan kuasanya. Sinetron sebagai industri tontonan menancapkan sejenis disiplin yang rutin dan kesetiaan yang lembut. Ia membuat penonton menyusun jadwal aktivitasnya menurut jam tayang mereka, membujuk mereka untuk selalu mengikuti drama-drama klise yang, anehnya, setia dinikmati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun