Aku harus bicara dan menunjukkan arah kemana semua ini harus berakhir.
“Kenapa kau kembali?,” tanyaku lagi. Kali ini lebih tenang. Lebih pelan.
“Gie?”
“Aku tidak kembali.” jawab Gie tanpa menoleh sedikit pun.
Jawab dingin yang membuatku makin terluka, membuat hatiku makin berdarah.
“Ran, untuk apa kau membawa Gie ke sini?,”
“Hmmm...aku tidak suka melihat kau menangis. Aku merindukanmu tersenyum. Tapi aku tahu, aku tidak pernah bisa membuatmu tersenyum. Aku bukan yang bisa membuatmu merapal harapan pada bulan mati di balkon ini, Rheinara.”
“Jadi sudah dua bulan ini, aku mencari dimana Nugie. Aku mengajaknya kembali karena hanya dia yang bisa membuatmu tersenyum. Walau itu harus dengan merelakan hatiku nelangsa.”
“Jadi, kau menyiapkan rencana membawa Gie ke sini sesudah meminta aku sudi memberi sedikit ruang di hatiku. Kau masih waras Ran?,” balasku kembali ketus.
Ran terdiam. Seperti Gie, ia menatap kota di bawah sana dengan mematung.
Kami terdiam. Angin malam yang berhembus lebih dingin dari biasa.