Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Surat Pagi untuk Presiden

23 Oktober 2015   10:44 Diperbarui: 23 Oktober 2015   15:07 1161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jokowi (Kompas.com/Kurnia Sari Aziza)

Selamat pagi Pak Jokowi. Semoga Anda selalu dalam keadaan sehat dan bersemangat bekerja untuk melayani amanat rakyat. Dan semoga saja dalam kesibukan Anda masih sempat berkunjung ke rumah sehat Kompasiana. Amin.

Pak Presiden, sudah setahun Anda memimpin negeri ini. Setahun yang tidak mudah karena Anda menghadapi fase awal konsolidasi kekuasaan paska pilpres dengan tidak ringan. Sebuah konsolidasi yang mutlak dibutuhkan agar memudahkan bekerja dengan kondusif. Setahun yang juga tidak mudah karena Anda harus melakukan percepatan aksi nyata di tengah situasi ekonomi global yang melambat. Setahun yang tidak mudah karena Anda justru terbaca mengambil posisi berhadapan dengan tekanan politik dari partai yang justru mengusung Anda. Dan, sejauh ini, dalam setahun awal, Anda kelihatannya berhasil melalui semua turbulensi itu.

Tentulah banyak pihak yang tidak terlalu puas dengan setahun Anda bekerja. Dan dalam negara hukum demokratis, ketidakpuasan adalah hal yang seharusnya selalu ada. Karena dengan begitu, selalu ada “cermin” untuk mengevaluasi lagi kinerja yang sudah dilakukan. Dengan begitu, mekanisme check and balances selalu berjalan bukan?

Tapi saya tidak berdiri pada posisi untuk mengevaluasi setahun Anda jadi Presiden. Saya tidak mengerti ekonomi yang rumit itu dan juga politik yang selalu sarat dengan misteri. Saya awam, hanya manusia di pinggir jalan perubahan yang ngurusi perut sendiri saja sudah megap-megap dan sempoyongan.

Saya hanya mau menuliskan sesuatu yang mungkin bernada cengeng atau lebih persisnya soal isi hati. Bagi orang yang tidak menyukai Anda, ini mungkin surat yang naif. Tidak masalah. Saya mau bicara dari hati saja, sebagai sebuah warga yang kini hidup di tepian sungai. Sebuah suara hati dari pinggiran, sebuah suara hati yang saya rasa masih terus bergaung di dasar hati Anda sebagai sesama warga penghuni bantaran sungai.

Begini Pak Presiden.

Dalam wawancara Anda dengan Najwa yang ditayangkan Metro TV belum lama ini, Anda bercerita tentang kepulangan ke Tidore, Maluku Utara. Ketika hendak naik kapal untuk kembali, para warga disana menangis dan meminta Anda pulang lagi. Anda melihat tangis itu sendiri, bukan dengan membaca berita. Anda juga terharu. Begitulah yang Anda bilang kepada Najwa. Oh ya, saya bilang Anda kembali ke istana, bukan pulang ke istana, karena pemimpin sejati tidak memiliki istana selain di cinta dan doa rakyatnya.

Tapi Presiden yang baik tidak harus menangis di depan rakyatnya, sepedih apapun situasinya segetir apa pun rasa di dalam hatinya. Mungkin seperti seorang Lincoln yang dimarahi istrinya karena seperti tidak memiliki kesedihan karena kehilangan anak pertama mereka. Lincoln tetap tegar di depan amuk pilu istrinya. Hanya ketika sendirilah, ia meringkuk dalam rasa pedih akibat kehilangan anaknya itu.

Jauh sebelum kunjungan Anda ke Tidore, saya juga membaca status Anda ketika pulang ke tanah Papua, ketika bertemu dengan Mama-Mama disana. Ini kepulangan awal-awal Anda ke Tanah Papua, sepotong surga yang diberikan Tuhan kepada Indonesia. Sumberdaya alam yang tidak ada di Papua? Keindahaan alam apa yang tidak dititipkan Tuhan di Papua?

Kala itu, Anda membuat status di facebook seperti ini : melihat begitu semangat dan cintanya warga Papua terhadap negerinya Indonesia, hati saya terharu.. inilah wajah bangsaku, inilah bagian cita-cita Bung Karno ‘politik sebagai pembebasan manusia’..Saatnya membangun Papua, membangun tanpa menyakiti. Saatnya mendengar Rakyat Papua, rakyatlah gudang gagasan (27 Desember 2014)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun