[caption caption="Kebakaran Lahan Gambut/dok.pri"][/caption]
---
Assalamualaikum,
Selamat Pagi Bang Aldy. Saya kirim surat ini bukan karena ikut event kemarin. Saya tulis untuk bertanya kabar kepada sesama penderita serangan asap di bumi Kalimantan.
Apa kabar Bang? Semoga sehat dan baik-baik saja di sana. Semoga juga tidak sedang dihajar ISPA atau jenis penyakit pernapasan yang lain sebagaimana pernah dialami beberapa hari yang lewat.
Sudah 2 hari ini saya tidak melihat jejak Abang di Kompasiana. Baik pada lapak sendiri mau pun lapak teman-teman yang lain. Termasuk juga tiada lagi Abang mempublis tulisan. Â
Dua hari kemarin di lapak saya, Abang bertanya sudahkah hujan turun di sini. Abang juga memberi tahu masih melakukan patroli yang intensif. Saat itu, saya menjawab sama saja situasi yang sedang melanda kita sekarang: asap masih berkuasa atas gerak harian.
Kemarin memang mendung tebal, tapi hujan tidak turun di desa ini. Hanya turun deras di Sampit, Kotawaringing Timur, juga di kawasan hutan yang menjadi areal kerja teman-teman. Akan tetapi, seperti biasa, hujan tidak lebih lama dari satu jam.
Tadi pagi, saya bangun dan pergi ke depan rumah. Kabut asap tebal sekali, perih langsung saja menusuk mata dan hidung. Kalau resah di hati, jangan ditanya lagi. Saya keluar ke jalan desa lalu memandang ke arah timur, barat, selatan dan utara, asap semua. Jarak pandang masih sekitar 100an meter.
Lantas saya terus menyebrang ke sebuah warung.
Ah, saya melihat anak kecil bermain di halaman rumahnya. Ia bermain seorang diri pada jemuran pakaian yang kosong. Entah imajinasi apa yang sedang dilakoninya sendiri itu. Seharusnya, pada jam segini, ia sedang berkumpul bersama teman-temannya di gedung PAUD. Ternyata batal sebab terlarang oleh asap.
Seminggu sebelum ini, seorang kawan mengirim foto anak lelakinya dengan masker duduk juga bermain tanah seorang diri di teras rumahnya. Padahal waktu itu sudah sore, seharusnya anak-anak sedang bergembira bersama teman-temannya. Pada foto anaknya itu, kawan saya menyertakan keterangan : pedih liat anak-anak main di depan rumah pake masker!
Pagi ini, asap masih seperti itu, memaksa anak-anak diam di rumah!
Sesudah balik dari warung, seorang teman memberi kabar kalau banyak pelangsir perahu yang masih ngetem di dermaga. Sebabnya sama juga, asap di terusan besar yang menghubungkan DAS Katingan dan DAS Mentaya (Kotawaringin Timur) sangat pekat. Bisa celaka jika mereka memaksa berangkat. Selain juga, perjalanan menjadi lebih berat karena kemarau panjang telah membuat debit air di terusan itu turun jauh hingga hanya setinggi betis orang dewasa saja.
Kemarau bersama asap di tempat ini bukan saja berbahaya bagi kesehatan. Tapi berbahaya juga bagi keuangan. Biaya transportasi ke Sampit naik dua kali lipat. Belum lagi waktu yang harus terbuang karena menempuh sungai terusan yang kering. Belum lagi jika ada anak-anak atau orang tua yang sakit karena tikaman pedih asap pada parau-paru mereka.
Jadi pada dasarnya, keadaan di sini belum lagi beranjak jauh dari kepungan asap. Mungkin yang agak menenangkan karena posisi kami agak dekat dengan muara saja sehinga pergerakan angin laut dan gelombang masih mengantar pasang air ke sini. Karena itu kadar udara masih bisa dikonsumsi dengan hati sedikit nyaman.Â
Surat ini saya sudahi Bang, [kalau kepanjangan nanti jadi lebay!]. Dengan harapan Abang baik-baik saja di sana. Kalau sudah online, ditunggu kritik-kritiknya kembali menyemarakkan Kompasiana. Sepi juga nih lapak-lapak dari komentar Abang yang segar dan bikin ketawa-ketiwi hihihi. Lagi pula, agaknya, Pakde BamSet butuh teman agar tidak maki-maki politik dagelan DPR sendiri. Hehehe!
Selamat Pagi Bang. Semoga baik dan sehat adanya.
Wassalam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H