Naluri dasar yang mengajukan pemberontakan terhadap normalitas yang merepresi naluri dasar itu lewat semesta aparatus ideologis peradaban modern.
Maka ini, suka atau tidak, adalah satu "keganjilan yang kita rayakan". Maksud saya, oleh pergulatan kata-kata, kita sedang dibawa oleh gairah sadomasokis ala Pebri dan Desol pada sebuah ruang dalam sisi paling subtil, intim, (privacy) yang kita tolak secara terbuka namun diam-diam kita ruwat dengan kain hitam yang diberi wewangian bersama mantra.
Lalu semua itu akan akan keluar, tumpah mengalir serta merta begitu ada kesempatan yang memungkinkan bersuka cita dengan menggunakan tubuh orang lain ( baca : pergulatan Perbianov dan Desol ?).
Jadi, Pebri dan Desol, dengan cara mereka yang “vulgar dan bergairah dengan belati, darah dan kenikmatan yang berpuisi” itu telah menghantar kita tiba pada sebuah ruang dalam (privacy) yang makin secara nyata kita sembunyikan, namun dalam interaksi kata nan virtual, kita rayakan secara sukarela. Sadar atau tidak, mereka telah menumbalkan dirinya untuk menunjukkan masih ada api abnormal dalam diri setiap kita yang “menyembah rasa sakit untuk kenikmatan”.
Kita menggunakan tubuh kata mereka untuk bergembira ria, merayakannya serupa berjumpa oase di padang pasir intimitas yang gersang. Jadi kita harus berterima kasih kepada mereka.
Seperti itukah ? Sekali lagi, saya melihat dari posisi penonton, bukan aktor utama.
Bisa jadi, bisa tidak jadi.
Sebagai ilustrasi tentang kemungkinan bisa jadi, agar kita tidak terkurung dalam semata pengalaman seksual (baca : persetubuhan), maka kategori sado masokis itu kita pindahkan kehadirannya pada ruang kehidupan yang lebih luas dari perkara ranjang.
Dalam ranah politik misalnya, para politisi yang sado masokis, diam-diam merayakan kebahagiaan yang samar ketika menyaksikan orang-orang kecil datang ke bilik suara dan memiliih mereka yang sudah mengkhianatinya berjuta kali. Atau, merasa bahagia ketika lawan politiknya dihancurkan dengan cara yang tiada kenal ampun hingga tanpa sisa dan jejak.
Dalam ranah ekonomi, pribadi yang sado masokis menyukai kehancuran sebuah bangsa karena aksi terorisme moneter yang mereka kendalikan sembari saat yang bersamaan menawarkan persahabatan. Rasa sakit korban terorisme ekonomi itu adalah rasa nikmat yang serupa vampir bertemu darah segar.
Singkat bahasa, ada rasa bahagia yang membuncah ketika melihat sesama menderita dalam batas yang tak bisa dijelaskan lagi. Inilah gairah sado masokis yang bermutasi menjadi energi hidup ranah hubungan sosial yang lain.