Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Dangdut Politik untuk Negeri

8 Mei 2015   10:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:15 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selanjutnya, peristiwakedua, adalah isu pergantian personil kabinet kerja dan juga pertemuan politik dua blok yang berseteru sejak pelaksanaan Pemilu setahun yang lewat. Selama kurang lebih enam bulan berjalan ini, rezim pengusaha-politisi ini terus melakukan percepatan-percepatan kerja. Khususnya di bidang investasi dan pembangunan infrastruktur. Walau begitu, kata para ahli, ekonomi sedang lesu, tumbuh di bawah 5%.

Saya tidak mengerti hitung-hitungan ekonomi itu, yang justru sedang ditunggu orang banyak adalah daya dobrak kepemimpinan untuk segera melahirkan keseharian yang nyaman dan penuh pengharapan, paska kenaikan BBM dan rentetan efek dominonya itu. Bagi orang awam, serupa saya, yang diharapkan bukan klarifikasi dari satu paradigma ekonomi terhadap paradigma yang lain dalam urusan apakah benar mewarisi ekonomi yang lesu atau tidak. Singkat kata, kerja nyata yang dimintakan.

Lalu, pada pertemuan politik antara dua blok berseteru tadi. Dari berita-berita, tampaknya perkembangan yang perlu digarisbawahi bukanlah karena ketegangan sudah mulai mencair dan "mulai saling merangkul". Yang perlu digarisbawahi adalah seruan untuk tidak lagi menciptakan kegaduhan politik yang tidak relevan. Ya, sejenis kegaduhan politik yang kekanak-kanakan.

Seruan politik sepeti ini, sejauh diletakkan untuk mendorong terwujudnya kerja politik yang mengabdi dan melayani rakyat banyak, harus disambut secara positif. Dengan maksud lain, ini adalah sebuah era untuk bekerja nyata dan bekerja bersama, bukan lagi era untuk mendaur ulang citra-citra palsu alias bukan sebuah era membangun "politik simulakra".

Mungkinkah ini semua terwujud ?.

Kita masih memiliki cukup waktu untuk melihat sejauhmana kerja nyata itu terwujud dimana negara menjadi pendorong utamanya, sebuah negara yang memimpin pembangunan (state-led development) tanpa harus men-copy pastestruktur teknokratis otoritarian.

Karena jikalau sampai tidak terlihat peristiwa rentetan yang menandakan adanya kerja internasional yang memberi pesan kuat dan tanda-tanda nyata akan kebangkitan, sementara di dalam rumah persoalan pergantian kabinet dan kegaduhan itu berhenti karena negoisasi dagang sapi semata-mata, maka rezim politik berikut elit-elit yang dilahirkan oleh rahim pemilu kemarin, pada hari ini tidak lebih dari musik "dangdut yang terteknologisasi".

Seperti musik dangdut yang diputar tetangga rumah tadi.

Yakni kelakuan elit politik yang coba menghilangkan nyanyi sedih dengan irama musik menghentak-hentak, menawarkan kesenangan dalam goyangan tapi isinya hanyalah kepalsuan. Dan, ketika alunannya berhenti, kita tersadarkan,oleh kenyataan bahwa nasib adalah kesunyian masing-masing, seperti puisi Chairil Anwar.

Maka, jangan main-main dengan alunan musik dangdut, apalagi ketika ia berbaur dengan kepentingan politik !.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun