Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Sebuah Cerita Tentang Handuk

5 April 2015   07:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:31 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia tidak membutuhkan tempat yang luas untuk menyimpannya. Juga tidak melelahkan ketika dicuci. Sama halnya, tidak membutuhkan panas matahari yang lama untuk dikeringkan.

Ia adalah saksi yang paling tahu bentuk tubuh pemiliknya. Ia juga paling tahu di bagian tubuh sebelah mana yang tak terjangkau oleh bilasan air. Ia juga paling tahu jejak air yang tidak benar-benar kering.

Dan, ia paling tahu, senandung apa yang mengiringi gemuruh air yang jatuh.

[caption id="" align="aligncenter" width="467" caption="Handuk/ dok.pri"]

1428192073689034273
1428192073689034273
[/caption]

Handuk, hal kecil yang mungkin tidak penting bagi mereka yang jarang bepergian atau terlalu banyak menghabiskan waktu di satu tempat yang sama sepanjang tahun-tahun yang rutin. Tapi tidak bagi mereka yang bukan saja tidak memiliki rumah, tapi juga kesulitan merujukkan asal-usul masa lalu : dari lokasi kultural mana saya sesungguhnya ?.

Lalu, dalam kondisi bepergian yang terus menerus, benda-benda kecil serupa handuk akan dijadikan prasasti dari riwayat bepergian itu. Ia memang tidak merekam kata-kata yang bertera tandatangan, tidak juga mengabadikan penanggalan tertentu. Handuk yang ikut bepergian adalah teks yang hanya bicara dengan pemilikinya melalui bahasa yang mereka berdua fahami. Tak jarang, bahasa itu tak beraksara, ia hanya sunyi, hanya sepi.

Saya mengalami sejarah handuk yang seperti itu. Kain kecil yang menjadi saksi dari banyak perjumpaan dalam bepergian. Ia adalah jejak penting dari mulainya pagi dan pulangnya matahari. Tapi ia tidak memiliki aksara, bahasanya adalah kesunyian yang bersuara ketika air berhenti mengalir.

Terkadang saya ingin bertanya padanya, "kamu capek  Duk?"

Tapi saya pikir itu sia-sia. Handuk, sebagai benda seperti manusia, selalu fana di bawah takdir waktu. Tapi kenangan atasnya, sejarah yang ikut ditulisnya, tidak pernah terhapus gelombang waktu.

Jadi, sudahkah kita peduli pada benda-benda kecil yang setia menjaga fungsinya menemani hari-hari ?. Atau, jangan-jangan kita terlalu banyak menumpuk benda-benda sehingga kita tak tahu lagi beda nilai guna dan nilai citra.

Demikian dulu, saya hendak mandi. Handuk kecil itu sudah memanggil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun