Tahap refleksif yakni berusaha mencari jawaban dari keberulangan kondisi layanan publik yang minimalis. Misalnya memeriksa sebab-sebab kelembagaan-manajerial (kepemimpinan, efisiensi, efektifitas) yang menjadi penyebab dari layanan publik minimalis tersebut.
Momen refleksif ini muncul sangat mungkin karena kondisi layanan listrik yang minimalis tadi sudah menjadi ketergantungan. Ketika ketergantungan ini terganggu, rutinitas mereka menjadi tidak normal : kebiasaan menonton televisi menjadi berhenti. Ditambah lagi jika disertai rasionalisasi berdimensi etis : kita sudah melunasi kewajiban membayar tapi hak atas layanan listrik tidak sebanding!. Penting diingat, urusan listrik digunakan untuk hal yang produktif atau bukan, itu perkara yang sekunder disini.
Yang jelas, melalui tipe kesadaran refleksif, warga biasa akan menarik diri dari kolam keseharian yang rutin dan membenamkan "sikap kritisnya". Pada saat bersamaan, dia juga berusaha untuk keluar dari penjelasan yang berulang dari pihak-pihak yang otoritatif.
Inilah dua moment pergerakan kesadaran yang saya jumpai dalam cerita dengan warga biasa. Kasusnya adalah layanan sehari gelap-sehari terang PLN yang saya temukan di Mendawai, Kabupaten Kasongan, Kalimantan Tengah.
Pada mulanya, layanan sehari gelap, sehari terang, saya menjumpai tipe kesadaran praktis yang pertama. Yakni cenderung menerima kondisi tersebut tanpa menggugat. Perulangan kondisi layanan dimaknai sebagai sudah begitu adanya, ada toleransi. Perlahan, karena dibenturkan terus dengan kondisi yang sama yang kemudian menimbulkan gangguan pada pemenuhan kebutuhan, kesadaran tersebut bergerak menuju moment refleksif : mulai memeriksa sebab-sebab layanan listrik menjadi minimalis. Toleransi mengalami defisit.
Disini, saya tidak bicara benar dan salah dari tipe kesadaran praktis dan kesadaran refleksif warga biasa. Saya bicara tentang kondisi yang melahirkannya. Penting dicatat juga jika pergerakan kesadaran tadi tidak dipicu oleh "aksi politis dari pihak ketiga". Jadi tidak ada advokasi yang dilakukan lembaga dari luar desa yang mengkatalisasi gerak kesadaran tersebut.
Dua jenis kesadaran inilah, dalam hidup sehari-hari, mengingatkan pada  Anthony Giddens, sosiolog berkebangsaan Inggris yang terkenal dengan teori strukturasi, sebuah teori yang berusaha menjembatani perdebatan antara kesadaran dan struktur, individu dan masyarakat.
Pergerakan dinamis kesadaran warga yang seperti ini dapat terjadi pada banyak kasus layanan publik pemerintah terhadap warga negara. Layanan listrik minimalis sebagai perilaku layanan yang terpola dengan segala justifikasi yang melindunginya tidak sepenuh dapat menjadi kekuatan obyektif yang mendisiplinkan kesadaran warga. Sebaliknya, kondisi terpola  dalam layanan listrik tersebut perlahan-lahan mendorong bertumbuhnya kesadaran refleksif yang balik mempertanyakan.
Singkat kata, struktur (dalam wujud layanan listrik PLN yang terpola) yang tampak obyektif (berdiri di luar sana) Â bukan penghambat (: memaksa orang tunduk menerima). Tapi ia dapat menjadi sumberdaya (source) yang mendorong 'tindakan baru' (gerak kesadaran dari praktis ke refleksif). Barangkali seperti ini bentuk empiris dari maksud Giddens tentang struktur memiliki sifat dualitas, bukan dualisme.
Demikian penangkapan terbatas saya terhadap dinamika kesadaran warga di balik layanan listrik negara yang minimalis. Ada dinamika yang menurut saya cukup menarik pada kesadaran warga biasa. Dinamika yang mungkin bagi orang berpendidikan tinggi sekejap saja bisa kita jumpai karena memiliki cultural capital lebih baik.
Salam.