Mohon tunggu...
S Aji
S Aji Mohon Tunggu... Lainnya - Story Collector

- dalam ringkas ingatan, tulisan tumbuh mengabadikan -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Selasa Pagi Dan Pesan Biru Dari Admin

24 Maret 2015   08:08 Diperbarui: 24 November 2019   07:48 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pesan Centang Biru dari Admin | Dok. Pribadi

Pagi ini, saya mengalami biru sebelum matahari naik tinggi.

Biru pagi ini mungkin juga akan menjadi kesaksian diri akan sebuah usaha juga pencapaian dan semoga bukan glorifikasi yang kekanak-kanakan. 

Pertama, kode lampu di perangkat modem yang menyala biru lembut. Itu berarti jaringan internet di level WCDMA, kondisi yang jarang bertahan lama. Di tempat saya, jaringan sinyal keseringan EDGE. 

Kode biru yang lembut menandakan pagi ini saya bisa berselancar dengan nyaman: membaca tulisan-tulisan terbaru di Kompasiana, membaca Kompas.com, laman BBC Indonesia, laman Tempo online, National Geografi Indonesia, dan yang lainnya, atau sekedar mencari bahan-bahan tambahan untuk kebutuhan pekerjaan. 

Kedua, biru kedua adalah kode centang pada huruf V-E-R-I-F-I-K-A-S-I di akun saya. Persis pada artikel ke 128 yang membahas Ahok Versus Cara Politik VOC, saya dihargai biru dari admin. 

Mula-mula saya ragu dengan warna biru tersebut. Apalagi ketika saya masuk ke dashboard, warnanya belum berubah, masih hijau. Saya memang belum melihat ada pesan yang masuk. Begitu saya buka, agar lebih 'biru meyakinkan', maka saya lampirkan lagi pesan dari admin Kompasiana:

From Kompasiana

23 March 2015 : 21:03

Halo Kompasianer, Mempertimbangkan artikel-artikel yang dibuat anda menginspirasi banyak orang dan memiliki kontribusi besar di Kompasiana. Kami melakukan centang biru sebagai Kompasianer yang artikel-artikelnya tidak diragukan lagi isinya. Bukan hanya karena keaktifannya dalam menulis di satu bidang atau tema, tapi juga semangatnya dalam menyuguhkan artikel berkualitas kepada para pembaca. Salam, Kompasiana. 

Begitulah pesan yang masuk dari admin yang baru saya baca pagi ini. 

Membaca isi pesan itu, saya lantas merenung. 

Pusat permenungan saya itu adalah kalimat yang saya miringkan huruf-hurufnya. Yakni, (1), menginspirasi banyak orang dan memiliki kontribusi besar, (2), tidak diragukan lagi isinya, (3), keaktifannya dalam menulis di satu bidang atau tema, dan (4), semangatnya dalam menyuguhkan artikel berkualitas. 

Apakah benar tulisan-tulisan saya sudah memenuhi syarat pun memberi dampak seperti itu? 

Saya merasa masih jauh dari ukuran-ukuran tersebut. Empat kategori ini bukan ukuran yang mudah buat saya. 

Terutama jika keempatnya saya masukkan sebagai satu disiplin diri dalam bergiat di Kompasiana secara ketat dan konsisten. Sebagai disiplin diri inilah, para penyandang warna biru pada huruf VERIFIKASInya harus menjaga agar tetap berada di level terbaik dalam menulis. 

Sementara kita tahu, berada pada 'level terbaik' menulis itu bukan perjuangan yang mudah. 

Sebab, dalam pengalaman terbatas saya, menulis adalah perjuangan yang melibatkan keserasian lahir batin luar biasa. 

Keserasian lahir batin itu adalah kerjasama solid antara isi pikiran, suasana perasaan, kinerja mata dan tangan, serta, ini juga pokok, menulis dalam suasana yang cukup nyaman.

Jika ini gagal dikelola, maka sekejap saja kita akan berputar-putar pada tulisan yang tiada ujung lalu berhenti secara tiba-tiba. Lantas jenuh, kesal dan menghapusnya. 

Bahkan tak sedikit dari kita yang pernah menghabiskan waktu berjam-jam untuk sekedar satu tulisan bisa diposting di Kompasiana. Sesudah diketik, membacanya lagi, mengeditnya lagi, membacanya lagi. 

Ini jelas bukan sembarang perjuangan, membutuhkan kesabaran yang luar biasa untuk memeriksa tulisan sendiri dan meyakininya kalau sudah boleh dibagikan. Mungkin karena itulah, ada banyak tips-tips yang sudah ditulis rekan-rekan Kompasiana untuk membantu berjuang menghadirkan level terbaik dalam menulis, seperti terus membaca atau memperhatikan struktur logika dan teknik penulisan yang bisa memberi makna pada pembaca.

Di sini, yang hendak saya lengkapi barangkali: centang biru juga menjadi alat kontrol diri untuk tetap berjuang agar bertahan pada level terbaik kepenulisan seturut standar yang dikehendaki oleh aturan main Kompasiana. 

Saya tidak bilang bahwa berwarna hijau lantas tidak penting memperjuangkan level terbaik kepenulisan. Prinsipnya sama saja. 

Warna hijau tetap saja adalah sebuah perjuangan diri. 

Perjuangan diri dalam menjaga sikap bertanggung jawab sebagai warga Kompasiana atas pikiran-pikiran yang dibagikan menurut sudut pandang kita masing-masing. 

Warna hijau jelas menunjukan bahwa kita ada, terdaftar, dan 'legal'. 

Kita juga tahu, apa yang kita tulis di Kompasiana bisa tiba-tiba saja menyebar kemana-mana tanpa bisa kita kontrol. Termasuk tafsir-tafsir atas tulisan yang kita posting tersebut. 

Ada hukum "the Death of Author" di sini. 

Maka keberanian bertanggungjawab atas apa yang sudah kita produksi sebagai tulisan dan kerja tekun menghadirkan tulisan-tulisan yang bermakna bagi sesama itulah yang kiranya perlu digarisbawahi terlepas dari hijau atau biru.

Inilah 'dasar moral' atau sejenis daya dorong psikologis yang penting untuk ditumbuh-mekar-lestarikan dalam ruang batin kita semua, warga Kompasiana. 

Demikianlah sedikit catatan saya untuk "surat biru dari admin" pagi ini. 

Sekali lagi, saya memaknai ini adalah wujud penghargaan dan sekaligus sebuah pesan peringatan untuk terus berusaha menjaga kontribusi terbaik di Kompasiana. 

Akhir kata, terlepas berwarna biru, hijau, atau belum terverifikasi, Kompasiana telah menjadi ruang bagi kita, warga negara biasa, terlibat dalam berbagi pendapat dan merawat kewarasan melewati hidup sehari-hari yang berat serta rentan terjerembab pada sikap masa bodoh. 

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun