Sakitnya hati ini
Namun aku rindu
Bencinya hati ini
Tapi aku rindu
Dalam pemaknaan saya, lagu ini menerangkan hadirnya ambilavensi akut dalam hubungan kasih sayang diadik (dua orang). Ambivalensi yang akan selalu menghadirkan konflik dalam diri dan bukan tidak mungkin melahirkan tindakan-tindakan yang destruktif sebagai saluran pelampiasannya. Ada banyak kasus, oleh ambivalensi yang akut, pertimbangan rasional dan moral bisa tidak berpengaruh.
Menurut saya, Rinto Harahap adalah salah satu yang sudah merekam ruang batin ambivalensi  di era dimana sikap-sikap narsistik belum menemukan medium ekspresinya, entah lewat smartphone atau sosial media. Sebuah era yang juga negara masih bertawatak 'mewakili sebagai kebenaran moral nan tunggal' dan bertindak sebagai 'bapak yang sensorik'; era dimana ekspresi-ekspresi narsistik masih sepi dari ruang virtual.
Hari ini, di zaman ini, tidakkah kita banyak membaca berita tentang muda-mudi yang nekad melakukan aksi-aksi sadis karena patah hati dan bisa jadi karena tekanan ambivalensi yang meruntuhkan semua preferensi moral ?.
Saya tidak lantas menyimpulkan bahwa tekanan ambivalensi di era generasi digital dimana ekspresi narsistik sudah mencapai level kelewat takaran, ambivalensi lebih mudah menyeruak menjadi sadisme. Maksud saya, di era dimana negara sensorik itu tidak lagi relevan, generasi hari ini ditantang untuk mengembangkan kecerdasan kultural untuk mengelola energi negatif produksi ambivalensi itu ke saluran-saluran produktif.
Demikian juga dengan karya-karya musik dari aliran 'pop sedih'. Seharusnya juga meniti jejak yang sudah dirintis oleh Rinto Harahap dalam mengungkap ruang batin ke dalam teks lagu. Lagu sedih bukan berarti lagu yang tidak bisa memuat pesan-pesan 'kritis' dan tak semata berkubang dalam 'airmata dan kegalauan', sebagaimana yang dilakukan oleh Rinto Harahap dalam lagu di atas.
Bukan tidak mungkin karena kemampuan mengungkap itulah, lagu-lagunya kini hendak ditafsir ulang oleh Tohpati dalam aransemen rock, reggae, dan lainnya. Dengan kata lain, lagu-lagunya legendaris.
Selamat jalan Om Rinto. Salam Kompasiana.