Mohon tunggu...
Tuti Fitriani
Tuti Fitriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

Mahasiswa study pascasarjana Hobby jalan-jalan, music, berkebun, belajar melukis, fotografi amatir.. Suporter utama seorang bayi kecil yang beranjak besar dengan segudang keinginannya.. Hidup ini bukan hanya tentang kita.., tapi juga tentang mereka..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase dalam Perbankan Syariah

12 Juni 2024   21:52 Diperbarui: 13 Juni 2024   03:50 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

        Penyelesaian sengketa arbitrase di bidang perbankan syariah di Indonesia telah menjadi salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang populer. Dalam beberapa tahun terakhir, perbankan syariah di Indonesia telah berkembang dengan pesat, namun dengan perkembangan ini diikuti pula dengan meningkatnya persoalan sengketa perbankan syariah. Oleh karena itu, penyelesaian sengketa arbitrase di bidang perbankan syariah menjadi sangat penting untuk memastikan keamanan dan stabilitas sistem keuangan syariah di Indonesia. Penyelesaian sengketa perbankan syariah mengutamakan islah atau cara damai. Jika islah ini tidak tercapai, maka perkaranya akan diselesaikan secara prosedur namun tetap dalam bentuk yang sederhana serta bijaksana dengan tetap mengindahkan rasa keadilan.

        Beberapa kelebihan jika memilih penyelesaian sengketa dengan jalur ini antara lain : Pertama, para pihak memiliki kebebasan dalam memilih hukumnya dan menentukan hukum acara atau persyaratan bagaimana suatu putusan akan didasarkan. Kedua, sifat putusan arbitrase pada prinsipnya final, memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat. Apabila para pihak tidak melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, maka putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Ketiga, persidangan arbitrase dimungkinkan untuk dijalankan secara rahasia apabila para pihak menginginkannya. Keempat, para pihak sendiri yang menentukan tujuan atau tugas arbiter. Kelima, proses penetapan putusan yang relatif lebih cepat d ibanding proses berperkara pada pengadilan pada umumnya. 

        Namun, penyelesaian sengketa dengan jalur ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, negara masih enggan memberikan komitmen untuk menyerahkan sengketanya kepada badan-badan pengadilan internasional termasuk badan arbitrase internasional. Pada prakteknya hasil putusan arbitrase seringkali tidak dapat dijalankan sehingga putusan arbitrase seakan kehilangan kekuatan eksekutorialnya. Kedua, proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak menjamin putusannya akan mengikat bila tidak disertai dengan itikad baik dari pihak yang bersengketa. Ketiga, biaya yang harus dikeluarkan cenderung lebih besar dibandingkan apabila berperkara di pengadilan..

        Dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah, Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri memiliki kewenangan yang sama dalam menyelesaikan sengketa. Namun, adanya dualisme penyelesaian sengketa dan ketidakpastian hukum serta tumpang tindih kewenangan dalam menyelesaikan suatu sengketa dapat menyebabkan timbulnya permasalahan. Oleh karena itu, arbitrase menjadi salah satu alternatif yang lebih efektif dan efisien. Pertimbangan untuk memasukkan klausula pactum de compromittendo dalam perjanjian pokok sebagai kesepakatan awal untuk memilih arbitrase sebagai cara penyelesaian sengketa diluar pengadilan dipandang lebih relevan dalam dunia bisnis. Dapat juga dengan akta kompromis yang dibuat setelah timbulnya sengketa berupa perjanjian tersendiri dan bukan merupakan amendment ataupun addendum perjanjian pokok.

        Pengaturan hukum penyelesaian sengketa arbitrase di bidang perbankan syariah di Indonesia dilandasi dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Model arbitrase dapat ditempuh melalui LAPS (Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa) dari Otoritas Jasa Keuangan, Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), lembaga non litigasi yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia.

Penulis:

Tuti Fitriani, S.H.

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

8 Juni 2024

Sumber :

1. Undang-undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun