Mohon tunggu...
Turrachman Rachman
Turrachman Rachman Mohon Tunggu... Guru - Kepala Sekolah/ Pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Zaenab Masykur Adiwerna Tegal

Saya seorang guru yang senang menulis tentang perjalan. Setiap yang saya lihat dan rasakan menjadi bahan tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Sosok

Imam Robandi, Desa Donorojo, dan Sumber Inspirasi

4 Januari 2025   13:05 Diperbarui: 4 Januari 2025   18:40 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. Imam Robandi bertemu teman masa kecil di desa Donorojo (Turrachman 2016)

Ini adalah foto Prof. Imam Robandi ketika bertemu dengan salah satu teman beliau di masa kanak-kanak. Pertemuannya di jalan setapak yang kanan-kirinya adalah hutan  di Desa Donorojo, Kab. Kebumen. Di foto tersebut beliau ditemani oleh anak nomer 5 beliau yaitu mas Gibriel, dan Ustadz Sumono Kepala MTs Muhammadiyah Pejawaran Kab. Banjarnegara, dan dan saya sebagai pengambil foto.

Siapa yang tidak mengenal nama Imam Robandi, seorang akademisi papan atas Indonesia dengan segudang publikasi internasional, yang juga seorang tokoh pendidikan di tanah air yang sangat menguasai school brand. Mobilitasnya selalu uniks dan inspiratif, dan mempunyai ribuan murid di seluruh pelosok negeri ini dari berbagai kalangan. Seorang budayawan dan seniman, yang sangat mahir mengolah rasa, Prof. Imam selalu dinanti ide-ide cemerlangnya saat mengunjungi berbagai sekolah di daerah.  Mempunyai suara emas, dan buku-buku karyanya sudah sangat banyak yang menyebar di setiap toko buku di tanah air yang berisi tentang semangat dan Gerakan horizontal.  Banyak yang tidak menahu bahwa beliau adalah putra daerah yang dilahirkan di sebuah pegunungan terpencil perbatasan antara Kab. Kebumen dan Kab. Banjarnegara. Secara administratif ikut Kab. Kebumen, tetapi secara kultur Desa Donorojo sangat dipengaruhi budaya Masyarakat Kab. Banjarnegara, Kab. Banyumas, dan Kab. Purbalingga. Ini yang menyebabkan Prof. Imam Robandi sangat menguasai seluk-beluk tentang Pasar Mandiraja, Pasar Hewan Bokateja, Kemangkon, Kalimanah, Glempang, Somagede, Pasar Purwonegoro, Perja, Somawangi, Merden, Pacor, Panggisari, Selamerta, dan yang lain. Sungguh sangat inspiratif, dilahirkan di pegunungan yang ‘adoh lor, adoh kidul’, tetapi bolak-balik menjadi profesor tamu di negara maju.  Itu dulu yang dimakan apa, kata Ustadz Sumono.

"Apa kabar Kang Parmin,? " tanya  Prof Imam sambil berjongkok dan bersantai,  menyapa kawan masa kecilnya di lereng pegunungan Gombong Utara, Kebumen, yang berbatasan dengan Kab. Banjarnegara. Kemudian obrolan"ngalor-ngidul " terus mengalir di tengah-tengah sebuah hutan. Bertanya kabar tentang teman-teman masa lalu yang pernah bermain bersama-sama, dan senyuman Prof. Imam terlihat begitu bahagia. Meskipun keringat berseliweran di wajahnya karena baru saja berjalan kaki menyusuri lereng Gunung Donorojo sudah beberapa jam. Beliau sangat menikmati waktu pertemuan tersebut sambil menghirup udara alam pegunungan yang asri-edi-peni di Jawa Tengah.

Kejadian tersebut di tahun 2016 yang  ketika Prof. Imam mengajak saya dan Ustadz Sumono untuk menjelajah masa lalu beliau di sebuah pedalaman, Ketika beliau dilahirkan dan ditumbuhkan di pelosok Desa Donorojo. Peristiwa langka yang sudah terjadi  sepuluh  tahun yang lalu, tetapi untuk saya sangat menginspirasi. Sebab beliau adalah contoh pribadi yang tumbuh dengan kurikulum alam. 

"Mengeluh sudah saya telan ketika masa kanak-kanak,"  kata beliau. Sambil terus berjalan menyusuri jalan setapak yang licin dengan sangat percaya diri, karena beliau sangat mengenal lingkungan yang sudah menjadi "guru" kehidupannya.  "Coba amati lingkungan yang ada di depan kita, apa yang dapat kita simpulkan,?" tanya beliau sambil mengajak saya dan ustadz Sumono untuk mengamati setiap pepohonan yang kami temui. Hutan yang rimbun. Mengamati berbagai hewan yang hidup di lingkungan tersebut. Ada pohon beringin yang tumbuh di atas batu besar yang akarnya menjulur ke bumi. Ada deretan pohon pinus yang batangnya kompak miring ke kiri. Ada tumbuhan lumut yang memenuhi bongkahan batu. Ada tanaman kopi yang terlihat seperti berlomba untuk tumbuh di bawah rerimbunan pohon pinus. Tupai yang selalu meloncat dari pohon kelapa yang satu ke pohon kelapa yang lainnya. Burung perkutut yang tidak berhenti bersuara memberi informasi kepada burung yang lain tentang kehadirannya. Ulat yang diam tetapi sibuk memakan daun, dan masih banyak binatang yang ditemui di perjalanan.  

Saya menjadi ingat teori Growth of Mindset yang ditemukan oleh Carol S. Dwek seorang Psikolog dari Stanford University, bahwa kemampuan dan kecerdasan dapat berkembang melalui usaha, belajar dan ketekunan. Dalam setiap forum pertemuan guru ataupun kepala, Prof Imam selalu menyampaikan kalimat, Kesuksesan tinggi adalah sebanding dengan resiko tinggi. Semua pohon berlomba untuk memperoleh  cahaya matahari dengan kondisi lingkungan tanah yang ada. Di jurang, di pinggir sungai, di atas bukit, di atas batu, di bawah batu, di dalam goa, semua tumbuh dengan Bahagia untuk mencari prestasi terbaiknya.

Ada sebuah quote dari Prof Imam yang sangat diingat oleh para guru dan kepala sekolah Indonesia,  yaitu  kijang harus berlari sebelum harimau bangun. Jangan sampai kijang berlari setelah harimau sudah menggosok gigi. Kegagalan banyak manusia disebabkan karena terlalu lama menunggu dan tidak mengeksekusi.  Menunggu peluang, menunggu kesempurnaan, menunggu ada yang mengingatkan, menunggu jumlah siswanya bertambah, menunggu dibantu oleh pemerintah atau pengurus yayasan, menunggu modalnya terkumpul dan lain-lain, dan semua menunggu adalah melepas kesempatan emas. "Menunggu segala sesuatunya sempurna, kemudian baru melangkah, itu adalah energy losses," kata Prof. Imam Robandi.

“Ayo Ustadz Sumono dan Ustad Turrachman, kita menuju bukit Paduraksa, bukit tertinggi di Desa Donorojo, di sana dulu masa kecil saya mencari kayu bakar,”  ajak Prof Imam saat itu. Saya dan Ustadz Sumono mengikuti dari belakang. Meskipun sambil bernapas ‘ngos-ngosan’. Di tengah perjalanan saya seperti sudah tidak kuat kaki melangkah. “ Tidak apa-apa Ustadz Turrachman sampai di sini ya,” kata Prof. Imam. Dalam setiap mengajak, Prof Imam Robandi selalu memberikan target yang paling tinggi, paling maksimal, paling puncak, tetapi ketika yang diajak baru pada level tengah-tengah atau masih pada level bawah, beliau tetap mengapresiasi. Ketika ada teman guru atau Kepala Sekolah yang mengundang beliau,  maka beliau selalu memberikan "warning",  sound system mohon yang terbaik dan mic dan mixer nya tidak boleh "mendengung atau ngang-nging-ngung seperti bunyi lebah". Apalagi malah micnya dampai low battery. Setting tempat duduk harus clear. Agar beliau dapat menyapa peserta dengan baik dan nyaman. Backdrop tulisan harus jelas. Tidak ada kesalahan nama pembicara dan nama pengurus dan pejabat setempat. Tampilan hiburan harus jelas urutannya, dan diatur durasi waktunya. Perhatikan usia anak-anak yang tampil. Jangan sampai anak PAUD dan TK tampil di jam terakhir. Pada saat Prof Imam tampil, selalu membuka dengan penghargaan. " Feedback harus negatif agar hasilnya positif". Lihatlah lampu akan menyala kalau ada kutub positif dan negatif. Kalau hanya satu kutub saja, maka dijamin tidak akan ada cahaya lampu yang menerangi kita. Obrolan seperti ini sering terlintas saat saya di perjalanan mengikuti Prof. Imam.

“Ustad Turrachman, lihat bapak-bapak tani di sana,”  kata Prof Imam sambil menunjuk ke arah sekelompok petani yang sedang menggarap sawah. Ada yang mencangkul,  ada yang sibuk mengarahkan kerbau yang sedang membajak, dan ada yang sibuk menyiapkan benih yang akan ditanam. Itu adalah simbol, sebuah kegigihan. Mereka bekerja dengan kompak. Giat, satu tujuan, dan itu itu adalah brand kegigihan. Ketika belum banyak guru di kalangan Muhammadiyah yang memperhatikan bahwa penampilan adalah penting, Prof Imam sudah mengingatkan agar seorang guru harus tampil professional, rapi, berdasi, dan percaya diri. Mari kita ajak orang lain untuk mempercayai sekolah kita,  tidak sekadar dilakukan dengan "omongan", kata Prof. Imam. Penampilan kinerja (performs) dan contoh yang baik adalah lebih efektif dalam menunjukkan profesionalitas. Senyum seorang guru akan lebih dinantikan oleh para siswanya daripada sejuta alat peraga.

Pada closing statement acara KSJM ( Kajian Setiap Jumat Malam) pada grup WA Iro Society yang ke 253 pada tanggal 26 Desember 2024. Beliau menyampaikan tentang para pembuat gula kelapa." Bapak dan Ibu sekalian, Coba kita lihat para pembuat gula kelapa, gula merah,  atau gula Jawa. Untuk memperoleh air nira, setiap hari mereka harus memanjat pohon kelapa yang ketinggiannya adalah minimal 10 meter. Kemudian ujung bunga kelapa atau manggar harus selalu dipangkas agar tidak mampet (berhenti), agar nira terus mengalir. Oleh sebab itu, mari kita asah  nalar kita setiap waktu,  jangan sampai berhenti belajar, agar terus mengalir karya-karya terbaik yang akan dinikmati khalayak".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosok Selengkapnya
Lihat Sosok Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun