Mohon tunggu...
sigit purwanto
sigit purwanto Mohon Tunggu... Jurnalis - Saya jurnalis. Pemburu durian. Ketua durian traveler Indonesia

suka jalan-jalan. selalu mengamini di setiap persimpangan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Berburu Durian di Kampung Orang Terbang, Pulau Seram

27 Agustus 2017   23:21 Diperbarui: 29 Agustus 2017   11:45 5773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari sudah sore saat kami lepas dari pelabuhan Tulehu. Tujuan utama kami adalah ke Negeri Buria di kecamatan Taniwel Seram Barat, Maluku. Sebenarnya diawal tak ada tujuan untuk mencari durian, dan catatan ini hanyalah sisipan cerita dari tugas saya meliput suku Bati, suku yang paling ditakuti di Pulau Seram. Konon katanya,  mereka bisa terbang. Bisa berubah wujud menjadi hewan dan gemar menculik anak kecil.

Tak ada informasi yang detail tentang Negeri Buria. Saya cuma mendapat informasi secuil dari pak Pieter, seorang sosiolog dari Univertas Unpati yang pernah meneliti tentang orang Bati selama 28 tahun. "Kalau mau... liput tentang orang Bati kami harus ke Buria baru nanti ke seram timur" begitu katanya, tak lebih tak kurang.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Selepas pelabuhan, sebelum masuk kota Piru, suguhan sabana menghilangkan image tentang mitos "seramnya" pulau ini. Savan bak permadani hijau, disisip tunggak-tunggak pohon kayu putih, mempesona. namun selepas kota Piru, pulau Seram mulai menunjukan aslinya.

Jalan menyempit diatasnya  dahan pohon-pohon besar  saling menggegam menahan matahari masuk. Puluhan kilo jalanan sepi hanya sesekali pengendara lewat. Perkampungan di seram barat seperti titik titik kecil di tengah belantara . Jaraknya pun sanggat berjauhaan, kira kira setiap 30 km baru kita menemukan perkampungan warga.

Hari mejelang malam, hutan sagu mulai terlihat tamaram..

"Tobaco"! kata alwin supir kami, memecah keheningan.

Sepertinya dia mulai was-was, tarikan nafasnya panjang memuntahkan asap rokok tebal. Meski handal dan sering membawa wartawan dari Jakarta keliling pulau seram dan ambon, perjalan ke pelosok seram barat adalah hal baru buat dia.

Berulang kali ia harus turun mengecek jembatan kayu yang mulai rapuh. Jika mobil kami terpelosok, selesailah kita terbenam di pelosok seram. Tak hanya dia, kapitan kontributor Tv One dan Gatot, seorang kameraman senior pun terdiam, kalah oleh heningnyaa malam.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Menemukan kampung di perjalan seperti menemukan durian jatuh, girangnya bukan main. Bukannya apa, sebab, di Seram barat tak ada papan petujuk jalan. Semuanya polos. Kalau Anda salah mengambil jalan, entah kemana Anda akan dibawa. Bertanya ke warga menjadi kompas kami agar tak tersesat. "Eeh.. masih jauh pa" mungkin nanti jam 9 malam, bapak baru sampai di Buria".

Kampung Buria, terletak pas di tengah cekungan lembah, diapit dua gunung dengan ketinggian kira-kira 6oo Mdpl. Sebelum sampe di Buria saya menginap dulu di Kecamatan Taniwel.

Paginya perjalanan baru dilanjutkan kembali. Disepanjang jalan pemandangan elok membentang, pegunungan kapur menghijau dibelah oleh sungai yang mengalir cukup deras. Di lembah, terdapat ratusan pohon durian seperti cagak mengayomi kampung Buria.

6B0B1241
6B0B1241
Di atas batu besar, dengan ikat kepala merah, baju kotak selaras, tangan diapit lalu menunduk seperti sedang sujud. Mulutnya merapal lirih. Rahangnya mengeras. Suasana menjadi hening tak seorang berani bicara.

Selepas doa, dia berdiri merentangkan tangan "Begini cara orang tua kami terbang" kata Raja Buria.

Pagi sekali kami sampe di negeri Buria. Meski tak berkabar, Raja Buria menyambut kami dengan antusias. Ia pun langsung mengajak kami ke tempat batu keramat yang konon tempat luluhur mereka untuk "tinggal landas" dan terbang.

"ini batu bati, batu keramat dibawa oleh leluhur ke sini. Kalau orang tua kami mau terbang semua orang kampung tahu. Tanda langit bicara. Awam semua turun, seperti mendung tebal, itu sudah pasti bapak kami suterbang" kata beliau

Raja Buria terengah, sekitar matanya memandang langit. Sebagai anak Raja Buria, dialah satu satu saksi mata yang pernah melihat bapaknya terbang.

"Ayah saya dulu waktu kecil pernah di culik suku bati. Menghilang entah berapa tahun. Sekembalinya dari suku bati dia punya keahlian terbang dan sakti. Sebelum diangkat jadi raja disini, ayah saya diadu dengan para kapitam di sini. Semua kalah. Lalu diangkat jadi raja di kampung ini" kata raja sambil terseyum.

Legenda orang bati, orang yang bisa terbang yang gemar meculik anak kecil memang menyebar di seluruh pulau Seram.

"Orang bati, mereka kalau meculik anak harus diikhlaskan, kalau ikhlash nanti kalau besar di pulang lagi ke rumah. Kalau kita tidak ikhlash, mati nanti anaknya. kalau di sini biar tidak diculik orang bati, penangkalnya pakai besi putih diikat di baju. itu sudah. Orang bati seng mau ambil"
Bapak raja bisa terbang.. dia hanya terdiam.

"Bapak Raja bisa terbang?" kata saya menyelidik.

"Ha.ha.ha.. tidak bisa" sejak muda saya merantau ke Jakarta, yah sempat jadi petinju nasional, pernah juga jadi lawan tanding elias pikal, pernah juga jadi preman di Bandung, jadi mungkin ilmunya hilang" kata raja sambil terkekeh.

6B0B1146
6B0B1146
Mana itu duren "kata raja memangil warganya"

"Ahhh... kamu telat musim durian su habis di sini.Kalau musim durian harganya paling 3.000 rupiah. Buanyak sampe bingung kami makanya. Di sini juga belum masuk listrik jadi agak susah buat ngolahnya.. ya begitu aja paling diborong orang untuk di jual di kota Ambon" kata raja buria.

Dengan parang durian 5 bulat sempurna di buka, dagingnya putih seragam

6B0B1149
6B0B1149
"Adek silahkan makan, kami su bosan makan durian" katanya sambil mengakat durian.

Durian negri Buria rasa punya pahit melonjak. Tektur dagingnya kering dan sedikit berserat. Rasa pahitnya seperti "uppercut" yang membuat saya sempoyongan, 2 ruas durian sudah cukup untuk meng "KO" saya..

"Ini lagi" kata bapak raja.

"Sudah cukup bapak, sudah pusing saya" kata saya memelas...

6B0B1157
6B0B1157
Bapak Raja pun hanya tertawa, sambil menawarkan durian ke saudaranya.

6B0B1179
6B0B1179
"Bapak masih adakah orang Bati yang bisa terbang" kata saya memberanikan diri bertanya.

"Hmmm masih ada.. di kampong Taniwel tempat adek menginap di situ masih ada, pak Syamsul dia asli orang bati. Dulu waktu suadaranya meninggal dia lagi dinas di Pulau Geser, begitu selesai di telepon tak sampe 5 menit dia sudah pulang di Taniwel. Ee.. padahal jarak kampong Taniwel itu bisa dua hari" kata pak raja serius..

Jadi adek-adek ini mau ke Kampung Bati di Seram Timur? Kata bapak Raja serius

"Iya bapak" kata saya." Kami rencananya ke Seram Timur dan pulau Geser"

"Woiii... jauh itu kata beliau, eeh, tunggu dulu". Kata raja sambil beranjak

"Adek sini! Ini bamboo kuning berduri, bamboo keramat di kampong kami, nanti bapak raja potong kamu bawa saja buat bekal" kata beliau.

6B0B1135
6B0B1135
Saya hanya terdiam, lidah saya kelu tak berani bertanya khasiat bamboo ini. Perjalan saya mencari orang Bati masih panjang. 2 hari di pulau seram, cukup menakar keberanian saya, nyali terkadang ciut dan saya pasrah. Namun, keberanian tiba-tiba menggunung bila bertemu dengan warga seram yang ramah seperti bapak Raja, mereka seperti memberi keyakinan bahwa saya akan baik-baik saja.

Selepas siang, saya meninggalkan bapak Raja. Rindang pepohonan pelan pelan seperti tirai menutup kampung Buria dari pandangan mata saya, entah kenapa saya merasa tenang dan bahagia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun